Aku Sayang Kalian, Cuk!

Kemarin, kita bisa saja mendebatkan tentang sajak siapa yang paling menyentuh di antara kita atau kata mana yang tak sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Namun, tiba-tiba hari ini kita bisa saling tukar lirik lagu yang sedang kita dengarkan di kamar masing-masing sambil menunggu kantuk di antara malam yang kian memekat. Betapa kita tak pernah kehabisan cara untuk tetap merasa dekat meski jarak sedang melerai.

Pagi tadi, dengan kantuk yang masih menggantung dan membuat kantung mata terlihat berat di saat beberapa yang lain lebih memilih menikahi kasur masing-masing, kita lebih memutuskan untuk mempertemukan sauh dan mengumbar peluk di sudut taman kota mendengar celoteh bocah-bocah jalanan membaca puisi. Betapa aku yang konon gemar berceloteh tiba-tiba kehilangan kata-kataku.

Aku tak pernah lupa kapan pertama kali bertemu dengan masing-masing dari kalian. Ada yang bertemu di depan cangkir kopi bahkan beberapa dipertemukan di tempat yang tak terduga.

Jika mereka bertanya seperti apa puisi, jawabanku adalah kalian. Sebentar, biar aku jelaskan sedikit puisi macam apa kalian. Puisi cintakah? Puisi perjuangankah?

Kalian adalah apa-apa yang tak pernah bosan menyesaki pikiranku, mengukir senyum di bibirku, mencipta gelak tawa di hariku atau membuat lidahku tak berhenti berdecak kagum. Dari kalian, aku yang hampir mati hatinya ini kembali merasakan semenarik apa rasa rindu yang diciptakan Tuhan atau sehangat apa sebuah pelukan yang diciptakan dari dua tubuh yang saling mendekap.

Aku tak pandai menulis surat cinta, kawan. Itu mengapa aku memutuskan menulis racauan untuk kalian. Jangan pernah ragukan sesayang apa aku pada kalian, jangan pernah tanyakan berapa kali aku memikirkan kalian dalam sehari atau mengapa aku tak segan menjatuhkan hatiku pada kalian. Aku kehilangan tajiku akan tiga pertanyaan barusan. Seorang seniman pernah berkata, bahwa mencintai tak butuh alasan.

Tetaplah memenuhi semesta ini dengan sajak-sajak kalian, tetaplah menulis yang kepalamu pikirkan dan hatimu rasakan untuk meninggalkan jejak.

Surabaya, 2014.
Untuk kawan-kawan keren di @kotajancuk.

1 komentar: