semisal aku.


semisal aku sebuah ombak
aku ingin kamu jadi pantainya
satu-satunya tempatku bersauh
satu-satunya alasanku untuk pulang
bukan sekedar pantai
namun pantai yang dikenal orang dengan kata eksotik
yang memanjakan setiap pengunjung
akan indah rona merah kala senja
atau guratan cantik kala terbit sang fajar

semisal aku matematika
aku tak ingin menjadi irisan atau gabungan
dalam hitungan yang membingungkan
namun aku akan menjadi angka yang pasti
dari sebuah penjumlahan hati
bahwa satu ditambah satu adalah kita

semisal aku sepatu
aku hanya ingin menjadi sepatu kaca
seperti yang sering ibu ceritakan
ketika aku masih kanak-kanak dulu
bahwa dia hanya cukup dikenakan oleh seorang
seorang kamu

semisal aku gunung
aku hanya ingin menjadi yang berstatus awas
bahwa tak akan ada orang biasa yang berani
bahkan sekedar mendekat pada radius tertentu
namun aku,
ingin seorang pejuang
yang tak takut apa pun
bahkan kepada letusan gunung berapi
seorang berupa kamu

semisal aku penari
aku hanya ingin menjadi balerina
yang cantik dengan roknya yang mekar
selayak bunga di musim semi
karena aku kagum
akan teguhnya
menopang seluruh berat yang dipunya
oleh dua buah tumit yang lembut itu

semisal aku adalah waktu
aku tak ingin menjadi kemarin
atau pun besok
karena aku adalah hari ini.

kita pernah

pernah sekali waktu,
hening dengan lancang menyelinap di antara kita
mematahkan suara 
mengaburkan pandangan

pernah sekali waktu,
ragu dengan gusar membalut kita
mematahkan percaya
mengaburkan tujuan

pernah sekali waktu,
benci dengan lancang mempengaruhi kita
mematahkan ingin
mengaburkan semangat

pun pernah sekali waktu
aku dan kamu menjadi kita
hingga kembali menjadi 
aku
kamu
yang 
tak 
saling
mengenal

layang-layang

jemariku selalu memuntahkan
beberapa bait puisi
yang terkadang sudah tak peduli
masih sudikah kiranya kau tengok barang sekedar

kemarau panjang tak ada habisnya
dahagaku meradang dalam lengang
tubuhku terkilir oleh rindu yang tak berhilir
teronggok dalam bebatu yang menyanyi sendu

sekelebat layang di sudut mata
beterbang tujuh keliling
mengundang anak laki-laki turut serta
mengejar hingga terluka lututnya

tarik ulur saja aku dengan senarmu
hatiku tak pernah merasa terbelenggu
waktu istirahatmu hanya gerimis
menghiasi pelupuk mata yang kupunya

kupas asa dalam gelap
remas jemariku yang dibekap harap
anggap hanya ilalang yang tau kapan terlepas
layak dandelion tertiup angin terbang bebas

layang-layang memang tak pernah berhenti
hingga putus senar yang membelenggunya
apa itu yang kau nanti
memutus asa yang kurajut lama

surabaya, 2012
untuk para wanita yang tak peduli akan hatinya yang serupa layang-layang oleh lelakinya.

senandung kelelahan

gemuruh dupa meruap hening
menyisa aroma getir hingga memusing
sorotnya tajam mengecup kening
dipercik air keruh oleh sang bening
di atas mentari berbalut kostum kuning
durhaka ia tak ambil pusing
ditantangnya seekor mamalia bertaring
memancing mosi mengundang muring
hatinya tak pernah hilang hanya mengering
bukan sesekali ia terluka terlalu sering

surabaya, 2012
senandung hati yang mulai lelah bahkan sekedar untuk mendengar

spekulasi hati; ketika cinta sudah memilih



Tak ada lagi yang menahan Kila di kota kecil ini, tidak juga dengan En. Yah, En, begitu Kila memanggil anak laki-laki berpostur tubuh tegap dan rambut jambul Tin-tinnya. Hari itu hari terakhir Kila berada di kota kecil ini bertepatan dengan acara perpisahan di aula sekolah. Kila menatap deretan nama-nama di papan pengumuman, melihat namanya berada di deretan daftar siswa yang lulus tahun ini. Kila tersenyum, getir.

Rasanya baru kemarin dia mengikuti MOS atau Masa Orientasi Sekolah. Rasanya baru kemarin dia dihukum hormat di bawah tiang bendera seharian oleh seniornya. Rasanya pun baru kemarin Kila dinobatkan menjadi the best reporter di majalah sekolahnya. Mungkin Kila tidak begitu cemerlang di bidang akademik, namun debutnya di organisasi sekolah membuat satu isi sekolah tidak ada yang tak mengenalnya. Mulai dari kepala sekolah, guru-guru, karyawan di bagian Tata Usaha, hingga tukang kebun dan satpam sekolah pun mengenal gadis ramping dan mungil itu.

Kila mencari sebuah nama. Zulkarnaen. Lalu menghembus nafas lega sesudahnya, anak laki-laki itu juga berada di daftar yang sama dengan Kila.

“Hey, Kila.”sapa Dito, cowok berbehel itu merangkul leher Kila.

“Hey, To.”

“Selamat ya, namamu masuk sepuluh besar.”

“Selamat juga namamu masuk ada di daftar nama yang lulus.”sahut Kila sambil cekikikan. Dito melepas pelukannya, nyengir melihat namanya berada di urutan paling bawah.

“Ada di urutan paling bawah aku udah bersyukur banget, La.”desis Dito.  Kila tersenyum. Kila juga tau, potensi Dito memang bukan di bidang akademis. Tapi, dia kapten basket hebat yang pernah dimiliki sekolah itu. Tiga tahun berturut-turut sekolah mereka mendapat gelar juara umum pada kompetisi basket se kabupaten. Dito juga tahu, Kila bukan bermaksud meledeknya tadi. Dito mendekatkan pandangannya ke deretan nama-nama di hadapannya.

“Udah, mau dipelototi gimana pun. Namamu nggak bisa dituker posisinya sama Ayu.”

“Ah, gila. Kok bisa ada anak secerdas Ayu. Liat itu nilainya. Bulet semua kayak orang bunting.”ujar Dito. Kila tergelak. “Kamu nggak mau gabung sama temen-temen di dalem? Sejam lagi bandnya En manggung.”

“Kamu duluan aja.”

“Yaudah, jangan sampe kelewatan, La. Kata En besok kamu udah berangkat ke Surabaya?”tanya Dito. Kila mengangguk, seperti ada sejuta pertanyaan yang ingin Dito lontarkan pada Kila. Dito menatap mata Kila sejurus kemudian berlalu meninggalkan gadis kecil dengan kuncir kudanya.

jadi kapan, sayang ?

jadi kapan sayang ?
kau memperbolehkan namaku menjejali alam pikirmu
aku menjadi yang pertama buatmu dan menjadikan kedua dan ketiga menjadi tiada
aku menjadi pusat rotasi alam semestamu dan
menjadi titik pemberhentian terakhir akan perjalananmu

jadi kapan sayang ?
kau menyambut dengan peluk akan kebahagiaan yang kutawarkan
bayanganku memenuhi setiap ruang benak yang kau punya
suaraku menjadi irama yang paling merdu yang pernah kau dengarkan
dan nafasku melengkapi setiap sengal yang kau rasa

jadi kapan sayang ?
kehadiranku menjadi hal yang paling kau rindukan adanya
kecupanku menjadi bagian dari partikel semangat yang melengkapi harimu
lalu genggaman tanganku adalah yang selalu dicari oleh jari-jarimu kala mereka lelah

jadi kapan sayang ?
aku dan kamu menjadi kita.