apa yang terjadi sepuluh tahun ini


sepuluh tahun sebelum akhirnya kita mengenal
apa itu dewasa apa itu cinta apa itu masa depan
kita hanya amsal dari perasaan bahagia
dipertemukan pada masa lalu yang
terkenal dengan ingusan
aku gadis dengan rok biru pendeknya
rambut kepang dua
kamu anak laki-laki dengan celana biru pendeknya
kacamata berbingkainya
saling mencemooh satu sama lain
berkebalikan dengan apa yang terjadi
sekarang kita saling menggenggam
dulu saling acuh tak acuh
sebuah pohon beringin di depan tempat
kita menuntut ilmu dulu tertawa pada kita
mengingat apa yang teah kita lakukan dulu
sebelum akhirnya
sebuah cincin melingkar pada jari manisku
simbol perkawinan kita.

2013

selamat hari puisi se-dunia

jika aku puisi, mungkin aku hidup
aku bisa berbicara melalui tutur katamu yang lembut itu
aku bisa bernafas karenamu yang meniupkan ruh ke dalamnya
selarik puisiku tak pernah bisa diam
seperti gadis kecil dengan roknya yang pendek
berlari-lari kecil mengelilingi taman
sambil menggenggam sebatang permen loli 
roknya bintik-bintik merah jambu
sepatunya berwarna serupa langit
rambutnya sehitam masa lalu yang sudah janji tak kutengok
kini, puisiku kehilangan detak jantungnya
semenjak kau
yang kukira masa depan
telah berbalik menjadi masa lalu

selamat hari puisi se-dunia
suarakan hatimu melalui puisi
surabaya, 2013

menemukan dalam kehilangan


#1st

Pim.. pim...
Din.. din...
Tin.. tin..
Bising sekali di luar sana padahal lampu hijau masih menyala sekitar 42 detik lagi, udara Surabaya makin tak bersahabat. Siang begini bisa terasa sangat panas dan menusuk kulit, tapi nanti tunggu saja tiga jam kemudian, hujan deras disertai angin dan petir akan bertandang. Tunggu saja.

“Kita selesaikan saja cerita kita sampai di sini.” Kalimat itu masih terngiang dalam ingatanku.

Kriiinggg... kriiingggg...
Aku merogoh tas yang tergeletak di bangku kiriku, Raya Darmo masih saja ramai.

Simbah Florist.

“Halo?”
“Mbak Andien, di mana? Mbak.. Simbah pingsan. Saya nggak tau kenapa.”suara di seberang cukup panik. Aku hampir saja menabrak mobil timor di depanku.
“Di jalan, Mbak Yam. Telpon dokter Isak. Saya segera ke sana.”

Trek. Telepon kuputus. Putar balik lumayan jauh, urusan kantor kuurus nanti, simbah lebih penting dari pekerjaanku. Wajah simbah terbayang-bayang di spion atas mobil yang kulirik tiap waktu, aku sudah tak konsentrasi lagi menyetir. Belum lagi suara Sultan yang masih saja mengganggu pikirku.

Belum juga kuparkirkan mobilku, Mbak Yam yang sudah dari kejauhan kulihat menantiku di depan toko bunga menghampiri mobilku yang melaju perlahan di depannya.

“Simbah dibawa dokter Isak ke rumah sakit naik ambulance. Mbak Andien disuruh menyusul katanya.”

Tanpa pikir panjang kuarahkan mobilku ke rumah sakit yang dimaksud dokter Isak. Terima kasih Tuhan, Ayah punya kawan sebaik dokter Isak yang sering kurepotkan akhir-akhir ini. kesehatan simbah mulai menurun beberapa bulan belakangan ini, apalagi semenjak Mas Bimo ditugaskan oleh perusahaannya ke Jakarta.

Dokter Isak baru saja keluar dari ruang UGD ketika aku tiba di rumah sakit. Mukanya terlihat sangat cemas.

“Om sudah telepon Ayahmu. Berdoa saja buat simbah.”
“Simbah kenapa lagi, Om?”
“Biar Om yang bicara sama Ayahmu nanti malam. Beliau bilang akan segera terbang ke Surabaya sore ini bareng Ibu.”
“Terima kasih, Om.”
“Jangan khawatir, berdoa saja.”

Dia Cantik dan... Seksi



“Pacar kamu cantik, ya?”
“Tau dari mana?”
“Iya, seksi pula. Kapan hari aku lihat kamu ganti DP BBM dengan seorang perempuan dengan dress biru toska. Kalian seperti sedang berada di pesta. Kamu menggamit pinggangnya mesra.”
“Hahaha. Itu mantan.”
“Oh, jadi belum move on ceritanya?”
“Entahlah. Kamu sendiri? Sudah move on belum dari aku?”
“Pertanyaan macam apa itu? Hahaha.”
“Dia mantan. Namanya Amanda. Cantik ya?”
“Iya, cantik, seksi, feminin. Putus kenapa?”
“Cerita nggak yaaaaa..”
“Yeee, itu sih terserah kamu.”
“Dia memang cantik, seksi, feminin, seperti yang kamu bilang. Dia tak pernah memakai kaos oblong dan jeans belel, ataupun sepatu converse seperti wanita di sebelahku sekarang.”
“Hey!’
“Bercanda. Sensi banget. Hehehe. Tapi sayang, dia terlalu memikirkan dirinya sendiri bahkan tak pernah memberi kesempatanku untuk berbicara sedikitpun. Pertemuan karena rindu pun dia habiskan untuk membahas teman-temannya, fashion yang sedang in, atau barang-barang apa yang sudah berhasil dia beli dengan harga murah. Padahal kan terkadang aku ingin bercerita juga. Tentang kita, tentang apa aja yang tak hanya melibatkan dia saja. Apa saja yang membuat kita bisa beradu argumen hingga saling berdebat lalu ditutup dengan sebuah pelukan. Bukan hanya kalimat iya iya ehem ehem yang cuman bisa keluar dari mulutku.”ujar laki-laki dengan kemeja polos biru tua itu sambil mengunyah smashed potato pesanannya.
“Wajar tau, perempuan. Tak bisa jauh dari gosip dan fashion.”
“Kamu engga.”
“Aku sih anti mainstream ya.. mana tau aku mengenai fashion yang lagi in atau apalah. Yang penting aku nyaman sama apa yang sedang kupakai dan itu tak mengganggu orang-orang di sekitarku. Cukup.”
“Cuman di depanmu aku bisa secerewet sekarang, Cha. Berbicara apa pun yang aku suka tanpa takut kamu tak suka dengan apa yang sedang aku jadikan bahan bicaraan, aku pun tak perlu jadi orang lain di depanmu.”

Terdengar seperti...

Ah, sudahlah hubungan Chaca dan Nugie sudah berakhir sekitar dua tahun yang lalu. Bahkan Chaca sudah berjanji dengan dirinya sendiri agar tak jatuh di lubang untuk kedua kalinya.

“Sudah malam, Gie. Aku sudah janji sama Ibu untuk pulang sebelum makan malam.”
“Mau kuantar?”
“Nggak usah sok baik, aku bisa pulang sendiri kok. Hehehe. Duluan ya, Gie. Terima kasih buat traktirannya sore ini. Aku harap kamu bisa menemukan perempuan yang bisa membuatmu nyaman dan menjadi dirimu sendiri.”
“Terima kasih, Cha. Hati-hati.”

Gadis itu melangkahkan kakinya keluar kafe, cara jalannya masih sama seperti dua tahun lalu terakhir mereka bertemu. Rambutnya masih suka berantakan terkadang hanya dicepol begitu saja. Tapi setiap dia bicara seperti ada cahaya yang keluar dari matanya, selalu bersemangat, bahkan hingga barusan ketika diam-diam Nugie mencuri pandang ke arahnya.

Mungkin banyak laki-laki di sana yang lebih suka perempuan dengan penampilan yang feminin seperti Amanda tapi mereka tak tahu kalau sebenarnya bukan hanya itu yang dibutuhkan laki-laki. Nugie rindu saat-saat bersama Chaca, saat dia bisa menjadi apa pun yang dia inginkan, saat dia mampu berubah tanpa terpaksa karena Chaca namun karena memang ingin, saat dia selalu menemukan bahu Chaca setiap resah bertandang padanya. Juga Chaca yang tak pernah berpura-pura menjadi orang lain untuk menyenangkan hati Nugie.

Tuhan yang baik, jaga dia baik-baik, dia perempuan baik. Ah bukan hanya baik, dia cantik dan... seksi. Ujar Nugie dalam hati.

Surabaya, 2013.