Perihal Masa Lalu

Bukannya aku jahat atau tak pandai memaafkan. Bukankah dalam agama kita diajarkan untuk saling memaafkan? Namun bukan itu intinya. Seseorang yang pernah ada di masa lalu menurutku tak perlu ada di kehidupan kita sekarang dalam bentuk apa pun. Sebab kita hanya manusia biasa. Betapa kita sungguh sulit menyembuhkan luka yang sempat mereka torehkan dan lalu kita kembali mempersilakan mereka masuk ke dalam hidup kita lagi. Pengorbanan kita kemarin tak boleh sia-sia.

Bukannya aku jahat atau takut merasa kembali jatuh cinta pada orang yang sama. Namun ada hati lain yang wajib kita jaga dan lebih penting dari sekadar memikirkan apa sikap yang harus kita lakukan jika kita kembali bertemu dengan mereka yang pernah hadir di masa lalu. Hidup tak semudah apa yang pernah kau ucap dari mulutmu. Mudah saja bagimu berkata tak apa toh kita sudah punya hati lain yang memagari dada kita. Tidak. Hidup tak semudah itu. Luka memang sudah mengering, namun bekasnya akan selalu ada.

Sebab, ada beberapa kenangan yang tak lagi pantas untuk diingat atau pantas untuk tak sengaja teringat. Sebab aku manusia biasa. Maka aku memilih untuk menghindari mereka yang pernah ada di masa lalu.

Kamar Tidur, 00.53.

Perihal Menunggu

Bisa dibilang saya sedang jatuh cinta, cinta yang sekian tahun pernah saya kubur dalam-dalam dan tak ada orang yang tahu kini dia merangkak naik ke permukaan minta disambut. Tapi sepertinya, anak laki-laki itu tak pernah mencintai saya dulu, sekarang? Sikapnya lebih manis. Entah mengapa saya gemar sekali menunggu meski tahu menunggu itu perihal meninggikan sabar dan melebarkan segala pikiran-pikiran positif bahkan harus siap dengan segala risiko yang bahkan tak pernah kita inginkan.

Ya, sampai sekarang saya sedang menunggu kamu, Tuan. Sebab denganmu saya merasa lebih baik.

Saya akan menunggu.. hingga lelah..

Sebab Tuhan memberikan cinta dan mendatangkan cinta seringnya dari kejadian dan cara yang sama sekali tak pernah kita duga.

Pernikahan, Cinta, Persahabatan

Semalam, saya chatting dengan salah seorang sahabat saya. Sebenernya kami tinggal di kota yang sama, sayang kota ini terlalu sibuk begitu pula dengan kami. Terima kasih kepada teknologi yang mampu mendekatkan mereka yang jauh bahkan yang terburuk, menjauhkan mereka yang dekat. Sahabat saya banyak bercerita mengenai rencana pernikahannya. Mulai dari dia yang mantap sekali ingin menikah hingga tiba-tiba muncul ragu. Itu biasa, kubilang. Sebagai sahabat, saya hanya bisa memberinya semangat dan meyakinkan untuk selalu mendengar isi hatinya. 

Pernikahan itu sesuatu yang sakral tak boleh main-main. Mulai dari calon pasangan hingga prosesinya. Terutama masalah hati, pernikahan itu tak bisa dipaksakan. Saya percaya dengan hal-hal kecil yang sesungguhnya bukan kebetulan, bahwa segalanya sudah ditulis jauh sebelum kamu dilahirkan. Begitu juga dengan jodoh. Saya percaya bahwa jodoh saya sudah dituliskan, jadi tak ada yang perlu dikhawatirkan. Repotnya, menjadi perempuan itu sedikit complicated. Sebab kami hanya bisa menunggu, jadi ingat kata-kata orang tua jaman dulu, enggak ilok lah kalau kita perempuan yang mengucap lebih dulu. Doa saya hanya satu, semoga segala urusanmu dilancarkan, Sob. Begitu juga dengan segala urusan-urusanku. Aamiin.

Berbicara tentang cinta, buat saya cinta tidak hanya didapat dari kekasih atau bahasa kerennya sekarang, pacar. Buat saya cinta kedua orang tua saya itu lebih dari segalanya. Juga cinta di dalam sebuah persahabatan. Terima kasih buat kelima sahabat saya yang selalu menemani setiap akhir pekan. 

Hidup itu penuh misteri, lima tahun dari sekarang saya atau pun sahabat-sahabat saya bahkan kamu tak akan pernah tahu seperti apa rupa kita nanti atau menjadi apa kita nanti. Tetaplah mencari, terus berpetualang dan tetaplah nikmati hidup kita apa adanya, bangun pagi, mengucap selamat pagi meski lewat chat, banyak membaca, banyak merenung, banyak berdoa dan tak pernah putus asa.

Surabaya, 2014. 



Our Own Pretty Ways - First Aid Kit

Kalau saya ibaratkan tempat menulis saya ini adalah rumah, mungkin ini adalah satu-satunya rumah yang jarang sekali saya singgahi. Lalu saya tertawa melihat judul blog ini; Rumah Singgah. Sebab mungkin namanya rumah singgah maka saya hanya singgah sebentar-sebentar saja di sini dan tak pernah terbesit pikiran untuk menetap. Berbeda dengan dadamu yang misteri itu, aku sudah punya banyak rencana tentang kepindahanku dari dada yang lama untuk menetap di sana--selamanya.

Sengaja siang ini, di tengah kesibukan yang menyebalkan di atas tumpukan kertas dan di depan komputer jinjing merah jambu, saya membuka laman ini dan menulis beberapa. Saya memang gemar menulis, sejak saya masih berseragam putih-merah hingga akhirnya saya marah dengan diri saya sendiri dan memutuskan untuk berhenti menulis. Namun ternyata saya salah, menulis itu sudah seperti sebagian dari jiwa saya. Menulis itu menyembuhkan. Menulis itu menyembuhkan, sama rasanya seperti ketika saya kembali bertemu dan melihatmu setelah waktu yang lama. Saya sembuh.

Siang ini saya memutuskan mengganti titel dari blog yang usang ini dari rumah singgah menjadi "Our Own Pretty Ways", kalimat ini saya dapat dari sebuah judul lagu milik First Aid Kit dalam albumnya yang berjudul  The Big Black and the Blue yang dirilis tahun 2010. Lagu ini menyadarkan saya bahwa semua orang dapat berubah dengan caranya masing-masing. Dengan cara yang manis menurut masing-masing. Begitu pula dengan saya, juga denganmu.


Let's take this for what it is
You tell me you have changed
Well we all change in our own ways
In our own pretty ways

It all comes down to this
I'm an ocean, you're the rain
The ice is melting fast
But you're not pulling down the brakes


Tetaplah menjadi hujan dan aku akan tetap menjadi lautan, tempat semua air bermuara. Termasuk air hujan. 

Tetaplah menjadi hujan dan aku akan tetap menjadi lautan, yang selalu menguap hingga kembali menjadi kamu; menjadi hujan.

Surabaya, 2014.