nikmat mana lagi yang kau dustakan


nikmat mana lagi yang kau dustakan, dari kokok ayam jantan di pagi hari sebagai penggugah sadarmu dari tidur lelapmu.

nikmat mana lagi yang kau dustakan, dari sinar hangat mentari pagi yang merangkak di celah-celah dinding kayu kamar yang menyentuh pipimu lembut dan meninggalkan segaris senyum di sana.

nikmat mana lagi yang kau dustakan dari wangi aroma kopi hitam yang menyeruak tajam dalam hidungmu dan menegakkan kakimu menyambut hari.

nikmat mana lagi yang kau dustakan, dari peluk hangat delapan belas kawan yang merengkuh tubuhmu yang mengandung mari kita saling menguatkan.

nikmat mana lagi yang kau dustakan dari suara gaduh sendok yang beradu dengan piring-piring porselen serta tawa canda gelak tawa yang menghiasi di pagi hari.

nikmat mana lagi yang kau dustakan, dari ucap amin atas doa baik yang berasal dari sembilan belas mulut dengan hati yang ditakdirkan saling terpaut.

nikmat  mana lagi yang kau dustakan, dari telapak tangan yang saling menyentuh punggung tangan satu dengan yang lainnya dengan wajah sumringah sebagai penyemangat aktivitas.

nikmat mana lagi yang kau dustakan, dari memandang gemintang di langit yang masih tak tercemar gedung-gedung pencakar langit atau lampu-lampu kota.

nikmat mana lagi yang kau dustakan dari ucapan selamat malam sebelum engkau terpejam kala malam menjemput yang berasal dari sembilan belas bibir yang tak pernah lelah mengoceh seharian.

maka dari itu, bersyukurlah, nikmatilah.

bojonegoro, 2012

besah

langkah-langkah kaki kecil
berbunyian pada tanah berkerikil
ulah peri-peri kecil
pada sebuah desa yang agak terpencil

terkejut kami pada kesan pertama
semuanya memang tak nampak sama
seperti apa yang kita lihat biasa
pada kemarin di pagi hari saat kita membuka mata

beberapa hati kecil berseru heran
bisakah dia bertahan
oleh adanya keterbatasan
serta membangun segenggam segan

semuanya begitu ramah
tutur mereka indah
tak ada kata selain betah
pada tempat yang sedang kami singgah
desa besah

bojonegoro, 2012