Diam-Diam

tunggulah sebentar,
aku masih belum puas memandangmu
meski baru pertama kali 
tak sengaja bersitatap 
di depan antrian bianglala

tunggulah sebentar,
malam masih panjang
aku ingin mengikuti petualanganmu
malam ini, diam-diam

tunggulah sebentar, 
gelas karton kopiku masih panas
tunggulah ia setidaknya sampai habis
sebab aku memutuskan
menghabiskan malam
menyesap kopi di tanganku
tenggelam di keramaian pasar malam
memandangi kamu, diam-diam

tapi tunggu sebentar,
siapa yang menggenggam tanganmu erat?
apa aku terlambat,
mengatakan halo?
apa aku terlambat,
mengajakmu berkenalan?
diam-diam, hatiku patah

malam hampir habis
lampu lampu dipadamkan
bianglala berhenti berputar
tapi kamu, masih saja berputar;
di kepalaku.

Night will fall you see the city glows again
You see the morning comes to soon
That’s how the circle goes around
Here and there always a story from somewhere
Always another line to say
No I won’t stay along this line
of broken pieces lying somewhere


(intepretasi dari lagu milik Adhitia Sofyan - Gaze)

Mungkin Aku, Bukan Lagi Rumah

tap tap tap tap
ada yang tergesa-gesa sore itu
ialah senja yang ditelan gelap
mataku sedih tak menemui langit jeruk
juga pemandangan di stasiun sore itu

pesanmu kuterima sudah
dengan mata berbinar
kupilih baju terbaik
juga kupasang senyum paling manis

kulihat di ujung peron
kau bersama senja yang lain
rupanya itu alasan senja tak datang
di langit sore ini

hanya berjarak tujuh langkah
harusnya kau menyiapkan rentang pelukan
nyatanya tak ada

kupertajam pendengaranku
tapi rintik terlalu keras menjatuhkan dirinya ke tanah
ke atap peron
mungkin rindunya terlalu besar
terlalu keras
sama seperti milikku

kamu memang pulang
ke rumah
ke rumah, yang tak lagi aku.


*Balasan puisi untuk Di Musim Semi yang Kelima oleh Mamanism

Sebuah Keputusan

rintik-rintik hujan
jatuh di kaca jendela
tik tik tik tik
sebuah napas kuhela
ada bayang-bayang wajahmu
di sana
berbentuk rindu
yang berwarna jingga
aku lupa
seperti apa
bau hujan
dan juga
warna awan
hingga kuputuskan
menghapus beberapa kenangan
jika keputusanku salah
datanglah
di malam purnama terbelah
sebab
ada tuan lain datang
menghapus air mata
di pipi merah yang sembab
bukankah kata orang
cinta datang
karena terbiasa
apa kau percaya?


picture from here


*puisi balasan untuk Sihir Hujan dan Kartu Pos dari Negeri Seberang oleh Mamanism

Musim Semi yang Kau Janjikan, Tak Pernah Ada


picture from here

@Mamanism

Jika aku tak salah,
sudah musim semi ketiga yang kulewati
sejak kamu yang menjelma kartu pos
dengan wangi aroma tubuhmu
menyambangi rumahku

Tiga musim semi,
kartu pos itu tergantung
di samping jendela kamarku

Ia tahu,
pukul berapa matahari terbit
kapan burung gereja kembali ke sarangnya
berapa lama embun mengunjungi pagi
dan kapan hujan harus turun
untuk membasuh rindu yang tengah sekarat

Sudah hari ketujuh belas
hujan turun di kotaku
namun musim semi yang kaujanjikan
tak pernah ada.



*puisi balasan untuk Di Kota ini, Kemarau Tiba Lebih Lama oleh Maman

Tentang Jarak

: @Mamanism

Jika kita berbicara tentang jarak,
Pernahkah kau hitung, Tuan
Berapa liku sungai yang harus dilewati demi sebuah pertemuan?
atau berapa gunung yang harus dibelah
agar peluk dapat kita sauhkan?

Pernahkah kau coba perhatikan, Tuan
Berapa batang pohon yang harus dilewati
atau berapa liter bensin yang harus kau beli
agar kulit kita bisa bersentuhan

Hampir saja aku lupa seperti apa bau kotamu
Aku rindu kita yang berjalan menyusuri pematang sawah
atau menenggelamkan kaki di sungai
hingga lupa bahwa senja tiba sudah

Kalau saja kau tak bilang bahwa senja tinggal di mataku,
barangkali aku lupa
dan menganggap waktu tiada.

Tak apa, meski jarak menghadang peluk
asal kita masih melihat langit jeruk yang sama
di tiap senja.