sebelum bertemu kamu

sebelum bertemu kamu, saya pernah memutuskan untuk membekukan hati.

sebelum mengenal kamu, saya pernah memutuskan untuk tak peduli apa itu cinta.

bahwa dulu kita hanya dua orang asing yang aku tak kenal siapa kamu dan kamu tak tahu menahu perihal aku.

lalu berdua kita mengawinkan tangan kanan kita melalui jabat sore itu, senja itu, bersamaan dengan mentari yang hendak pamit untuk beristirahat di peraduannya.

lalu kita membangun percakapan-percakapan singkat saat bertatap, celotehan-celotehan ngawur, dan kamu ciptakan beberapa tawa renyah padaku. percakapan-percakapan sebelum tidur yang tanpa ujung karena terpisah oleh kantuk.

ya, sebelum bertemu kamu, saya pernah memutuskan untuk berhenti jatuh cinta.

Selamat Menempuh Hidup Baru


Sebuah motor matik berwarna merah marun berhenti di pinggiran jalan, tak jauh dari situ ada gerobak penjual mie ayam. Sepertinya abang mie ayam sudah kenal dengan dua orang anak manusia yang baru saja turun dari motor itu. Yang satu mengenakan celana kain dengan kemeja lengan panjang berwarna putih bergaris hitam samar putus-putus yang lengannya dilipat hingga siku, sebuah kacamata menghiasi wajahnya. Yang satu berpenampilan sedikit cuek, celana jeans agak belel dengan kaus warna putih bertuliskan “england” rambutnya dicepol sembarangan bahkan beberapa terlihat menjuntai menghiasi lehernya yang jenjang, di tangannya ada dua buku tebal yang satu tak didapati sampul yang biasanya menghias buku.

“Biasa ya, Bang! Dua!”seru laki-laki itu.
“Beres, Mas. Ke mana saja sudah berminggu-minggu tak kemari?”
“Rumah sakit sedang ramai-ramainya, Bang.”
“Baiklah, tunggu sebentar. Pesanan akan segera datang!”kata bang Rohmat kala itu.

Hampir seminggu dua kali mereka jajan di tempat ini dalam kurun waktu dua tahun terakhir, menikmati semangkuk mie ayam bang Rohmat yang memang terkenal di daerah ini. Setiap hari jumat sepulang Rizki dari jumatan dan Minggu siang setelah Citra pulang beribadah. Banyak hal yang mereka bicarakan sembari menghabiskan makanan.

Terkadang Rizki bercerita tentang keadaan rumah sakit, konyolnya menghadapi pasien-pasien anak-anak, cerewetnya pasien ibu-ibu dan tak jarang mendapat cerita sedih atas cobaan yang menimpa pasiennya. Citra pun begitu, dia suka sekali berbagi cerita dengan Rizki tentang kawan-kawannya, tentang killernya dosen, tentang Citra yang diusir dari kelas karena terlambat.

Tapi ada yang beda dari hari itu, Rizki hanya berjalan menyusuri jalanan tempat Bang Rohmat mangkal lalu tersenyum saat pandangannya bertemu dengan mata Bang Rohmat. Gereja di depan Bang Rohmat mangkal terlihat sangat ramai. Ada karangan bunga berdiri dengan cantik di depannya, bertuliskan, “Selamat Menempuh Hidup Baru Citra dan Rian”

Surabaya, 2012

forget jakarta




Fara menyesap Caramel Macchiato panas dalam cangkir berwarna kuning gading di depannya. Lelaki di hadapannya masih sibuk menyesap rokoknya, dalam hening. Kira-kira sudah hampir sejam mereka terdiam tanpa kata satupun. Fara melayangkan pandangannya jauh ke luar jendela.

“Sudah pernah kukatakan sebelumnya padamu, bukan? Bahwa aku tak percaya jarak.” Laki-laki itu mengeluarkan suara pada akhirnya sambil mematikan rokoknya.

“Fara itu menuntut ilmu, mas. Fara kuliah di sana.”

“Lalu kamu akan bertemu kawan-kawan baru di sana, sibuk dengan kuliahmu dan cepat atau lambat kamu akan melupakan aku.”

“Aku tahu pikiranmu sedang kalut, hubungi Fara kalau mas rindu dengan Fara.”ujar Fara lalu meletakkan selembar uang di atas meja meraih tasnya dan berlalu meninggalkan laki-laki itu dengan dua cangkir yang masih penuh di atas meja.

Edgar Nasution, entah bagaimana awalnya Fara bisa jatuh cinta dengan laki-laki yang lahir dua tahun lebih dulu darinya. Tak ada yang istimewa dari laki-laki keturunan batak muslim yang dikenalnya lewat sebuah komunitas membaca buku empat tahun yang lalu. Mereka sama-sama menyukai Adhitia Sofyan dan lagu-lagunya, sama-sama penggemar beratnya Dewi Lestari dan Benyamin Sueb, suka sekali berdebat tentang siapa yang lebih tampan Vidi Aldiano atau Afghan, dan tak pernah bosan menghabiskan waktu kala mereka sedang santai tak ada kerjaan dengan menonton film-film kartun di nickelodeon channel di ruang tengah rumah Edgar.

pukul satu lebih dua puluh lima tanpa kantuk

1.
sudah kucium gelagat rembulan
rupa-rupanya ia ingin cepat-cepat tertidur
namun tidak dengan mata kita
dua pasang milik kita terbuka lebar
tak ada kantuk yang singgah, bahkan sejenak

2.
satu dua tiga empat lima
kita mulai berhitung
sejak kapan kita saling mengenal hati
masing-masing yang dulu adalah asing
tik tok tik tok tik tok
bahkan detak jam pun tak lagi terdengar
mereka tenggelam oleh beberapa celotehan
dari bibir kita masing-masing

3.
kotak bersuara di hadapan kita masih saja berceloteh
namun mata kita tak lagi hirau padanya
mata kita saling memuja
percakapan kita sudah tak ada lagi buntutnya
terurai berai hingga ratusan kilometer

4.
tik tok tik tok tik tok
tatap kita mendongak pada dentum jam yang besar
di sisi kanan kami
pukul satu lebih dua puluh lima
tak juga kita mengantuk
pukul satu lebih dua puluh lima
tanpa kantuk 

2012

pelesir mimpi

: adimas immanuel

aku mencintaimu, adimas. seperti rangkaian sajak indah yang dibagikan di sosial media  oleh para pecinta kata lalu di retweet oleh followersnya.

aku mencintaimu, adimas. dan aku tak percaya akan teori dua buah lingkaran yang bersisian namun tak beririsan katamu. semua hanya tentang jarak.

aku mencintaimu, adimas. lalu aku akan menjadi penghidup cinta yang katamu mati oleh wanita sebelum aku. cinta matimu, katamu.

aku mencintaimu, adimas. tak usah kau merepotkan diri atas kenangan yang ingin merdeka. mereka itu urusanku. kamu, merebahlah pada pelukku.

aku mencintaimu, adimas. laut dan hutan yang menari di surga pasir putih dadaku katamu sudah kukenali, dan itu berwujud kamu.

aku mencintaimu, adimas. ingatatan-ingatan yang bertamasya di antara bayang-bayang trauma dan traoma pada benakku itu, ternyata serupa kamu.

aku mencintaimu, adimas. lebih dini dari pagi hari, lebih larut dari malam hari, dan lebih indah dari senja hari.

aku sudah mempelesir mimpi karenamu. semua hal di sana memuja kamu, mengucap namamu, dan berwujud kamu.

surabaya-semarang, 2012
aku mencintaimu karena sajak-sajak yang kau ukir.

senyala api

mati sebuah pertaruhan
egoisme tersingkirkan
nada-nada kebebasan terdendang
ragu didustakan begitu saja
benak terukir hanya nama tuhan
rasa tak sudi dijajah pun alasan
harga diri mereka tak ada nilainya
terlalu berharga untuk dinominalkan
sebongkah emas pun tak cukup 
anak-anak menangis merintih
tak jua membuat langkah menjadi tertatih
semangat senyala api
merah merona warnanya
sungguh patut kita hargai
bukan dengan emas berlian, kawan
namun patut kita hargai
dengan menanam semangat pada diri masing-masing

surabaya, 10 nopember 2012
untuk pahalawan-pahlawan dengan semangat senyala api. tularkan semangat itu, pada kami kawula muda, wahai pahlawan.