Langit Surabaya mungkin memang sedang cerah-cerahnya, tapi ponsel Nona Pop menunjukkan angka 33 derajat untuk suhu kota yang satu ini. Nona Pop membuka tumbler berwarna hijau toska lalu meneguk isinya hingga hampir setengahnya. Kabar buruk pertama, artinya Nona Pop sudah menujukkan pukul 13.18. Itu artinya dia sudah hampir setengah jam menunggu di lobi kantor ini. Kabar buruk kedua, menurut tulisan yang sempat dibacanya beberapa hari lalu bahwa Surabaya akan bertahan sepanas ini hingga akhir tahun.

"Ibu Pop?"tanya seseorang membuyarkan lamunan Nona Pop tentang Surabaya.

"Maaf, benar dengan Ibu Pop?"tanyanya lagi. Nona Pop mendongakkan kepalanya.

"Iya, saya. Jangan panggil ibu. Usia saya bahkan belum seperempat abad."

"Oh, maaf, Nona. Saya Ari, maaf terlambat. Ada meeting yang harus diselesaikan. Bisa kita mulai sekarang?"tanyanya lagi. Nona Pop mengangguk.

Laki-laki dengan setelah kemeja putih dibalut jas tanpa dikancing itu membawa sebuah clutch. Iya, clutch. Sekarang memang lagi hits di kalangan anak muda kota ini, atau mungkin terutama untuk seorang eksekutif muda semacam Ari. Ari membawanya ke sebuah ruangan, oh maaf, bukan ruangan. Tapi sebuah coffee shop yang berada di tengah-tengah kantor. Nona Pop tercengang.


Ari:
Kaget, ya? Ada Coffee Shop di tengah-tengah kantor?

Nona Pop:
Lumayan.

Ari:
Silakan, duduk. 

Laki-laki itu melambaikan tangannya sambil tersenyum. Seorang pramusaji menghampiri mereka, menyerahkan sebuah buku menu. Tapi Ari hanya tersenyum.

Ari:
Kamu minum kopi, kan?

Nona Pop:
*menggeleng*
I have a bad time with coffee

Ari:
*tertawa terbahak-bahak*
Kita sama, itu sebabnya aku bertanya. Green tea, maybe? Do you like it?

Nona Pop:
Kalau ada, boleh, satu green tea latte less sugar, please.

Ari:
Dua green tea latte less sugar ya, Mbak. Sama camilan yang biasa ketika saya menerima tamu.

Nona Pop:
Hey, kenapa kamu tak biarkan saya memilih cemilan saya sendiri?

Ari:
Kalau kamu pilih sendiri, artinya kamu bayar sendiri. Tapi untuk yang satu ini, gratis!
*Ari tertawa memandang Nona Pop, lalu berbalik memandang Mbak Pramusaji*
Kamu boleh pergi, terima kasih.

Nona Pop:
Kantor yang aneh.

Ari:
Tapi kamu akan betah dan ketagihan datang kemari.

Nona Pop:
Terserah Anda. Jadi, gimana? Bisa kita mulai rapatnya?

*bersambung*