Dia Cantik dan... Seksi



“Pacar kamu cantik, ya?”
“Tau dari mana?”
“Iya, seksi pula. Kapan hari aku lihat kamu ganti DP BBM dengan seorang perempuan dengan dress biru toska. Kalian seperti sedang berada di pesta. Kamu menggamit pinggangnya mesra.”
“Hahaha. Itu mantan.”
“Oh, jadi belum move on ceritanya?”
“Entahlah. Kamu sendiri? Sudah move on belum dari aku?”
“Pertanyaan macam apa itu? Hahaha.”
“Dia mantan. Namanya Amanda. Cantik ya?”
“Iya, cantik, seksi, feminin. Putus kenapa?”
“Cerita nggak yaaaaa..”
“Yeee, itu sih terserah kamu.”
“Dia memang cantik, seksi, feminin, seperti yang kamu bilang. Dia tak pernah memakai kaos oblong dan jeans belel, ataupun sepatu converse seperti wanita di sebelahku sekarang.”
“Hey!’
“Bercanda. Sensi banget. Hehehe. Tapi sayang, dia terlalu memikirkan dirinya sendiri bahkan tak pernah memberi kesempatanku untuk berbicara sedikitpun. Pertemuan karena rindu pun dia habiskan untuk membahas teman-temannya, fashion yang sedang in, atau barang-barang apa yang sudah berhasil dia beli dengan harga murah. Padahal kan terkadang aku ingin bercerita juga. Tentang kita, tentang apa aja yang tak hanya melibatkan dia saja. Apa saja yang membuat kita bisa beradu argumen hingga saling berdebat lalu ditutup dengan sebuah pelukan. Bukan hanya kalimat iya iya ehem ehem yang cuman bisa keluar dari mulutku.”ujar laki-laki dengan kemeja polos biru tua itu sambil mengunyah smashed potato pesanannya.
“Wajar tau, perempuan. Tak bisa jauh dari gosip dan fashion.”
“Kamu engga.”
“Aku sih anti mainstream ya.. mana tau aku mengenai fashion yang lagi in atau apalah. Yang penting aku nyaman sama apa yang sedang kupakai dan itu tak mengganggu orang-orang di sekitarku. Cukup.”
“Cuman di depanmu aku bisa secerewet sekarang, Cha. Berbicara apa pun yang aku suka tanpa takut kamu tak suka dengan apa yang sedang aku jadikan bahan bicaraan, aku pun tak perlu jadi orang lain di depanmu.”

Terdengar seperti...

Ah, sudahlah hubungan Chaca dan Nugie sudah berakhir sekitar dua tahun yang lalu. Bahkan Chaca sudah berjanji dengan dirinya sendiri agar tak jatuh di lubang untuk kedua kalinya.

“Sudah malam, Gie. Aku sudah janji sama Ibu untuk pulang sebelum makan malam.”
“Mau kuantar?”
“Nggak usah sok baik, aku bisa pulang sendiri kok. Hehehe. Duluan ya, Gie. Terima kasih buat traktirannya sore ini. Aku harap kamu bisa menemukan perempuan yang bisa membuatmu nyaman dan menjadi dirimu sendiri.”
“Terima kasih, Cha. Hati-hati.”

Gadis itu melangkahkan kakinya keluar kafe, cara jalannya masih sama seperti dua tahun lalu terakhir mereka bertemu. Rambutnya masih suka berantakan terkadang hanya dicepol begitu saja. Tapi setiap dia bicara seperti ada cahaya yang keluar dari matanya, selalu bersemangat, bahkan hingga barusan ketika diam-diam Nugie mencuri pandang ke arahnya.

Mungkin banyak laki-laki di sana yang lebih suka perempuan dengan penampilan yang feminin seperti Amanda tapi mereka tak tahu kalau sebenarnya bukan hanya itu yang dibutuhkan laki-laki. Nugie rindu saat-saat bersama Chaca, saat dia bisa menjadi apa pun yang dia inginkan, saat dia mampu berubah tanpa terpaksa karena Chaca namun karena memang ingin, saat dia selalu menemukan bahu Chaca setiap resah bertandang padanya. Juga Chaca yang tak pernah berpura-pura menjadi orang lain untuk menyenangkan hati Nugie.

Tuhan yang baik, jaga dia baik-baik, dia perempuan baik. Ah bukan hanya baik, dia cantik dan... seksi. Ujar Nugie dalam hati.

Surabaya, 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar