Teruntuk secangkir cokelat panas di hadapanku, kamu tahu betul bahwa kota kita ini langitnya sedang gemar-gemarnya menangis. Bahkan aku sampai lupa bahwa negeri kita ini tidak hanya memiliki satu musim--musim hujan. Namun barangkali semesta menciptakan rasa dingin agar kau punya alasan tercipta, seperti pelukan. Meski terkadang, pelukan hanya menenangkan satu diantara dua tubuh yang tengah bersauh.
Teruntuk secangkir cokelat panas dia hadapanku, kamu tahu betul bahwa bukan hanya aku, namun setangkup roti isi di piring bulat putih yang kupesan juga butuh seorang kawan. Setidaknya kawan yang selalu menggaduhkan harimu yang sepi atau memancing hormon tertawamu ketika kalut menyelimuti.
Teruntuk secangkir cokelat panas yang masih memenangkan sebagai pengantar tidur mengalahkan secangkir the cammommile, kau serupa suara serak basah yang mengucapkan selamat malam dan bermimpi indahlah. Tak jarang juga kau menjelma bibir basah yang menjatuhkan ciuman tepat di kening sesaat sebelum lampu kamar dimatikan.
Masuk surgalah kau, pencipta minuman cokelat panas.
Surabaya, 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar