Semesta (kembali) menamparku sore ini, bahwa kebahagiaan tak melulu perkara aku berhasil memiliki (si)apa yang kita cintai. namun terlebih pada kita yang mampu membahagiakan sekitar. Angin sore ini yang berhasil menelisik masuk melewati kerudungku membisikkan kabar bahagia tentangmu, aku turut bahagia tentu saja. sayangnya, aku tak bisa ikut merayakan kebahagiaan denganmu.
Aku mungkin satu-satunya yang tak pernah mendapat balasan darimu, bukan hanya perasaan namun juga sapaan-sapaan yang kulempar dengan diikuti senyum semanis mungkin yang aku bisa bahkan tak jarang hanya sebatas sebagai salam yang bertepuk sebelah tangan.
Aku sempat menjadi perempuan yang paling khawatir mendengar kau sakit. Aku juga sempat menjadi perempuan yang selalu ingin menyemangati setiap langkah baik yang akan kau ambil. Sayangnya, selain semesta, hatimu tak pernah merestuinya.
Hingga sebuah malam dimana aku mendapati mata berbinar itu (kembali) menyadari kehadiranku, aku menegaskan diri untuk tetap bertahan pada sosok elokmu. Waktu berkata lain, nyatanya malam ialah hari terakhir kau mengijinkanku mengagumimu. Kau memintaku berhenti dan menyerah. Aku menurut.
Tapi aku masih ingat terakhir kali kita bertemu dan kau sengaja duduk di sampingku mengharap aku kembali menyapamu dengan ceria dan senyum terkembang. Maaf, dua hal itu tak akan lagi bisa kaudapatkan.
Aku mencintaimu, namun aku membenci diriku.
Mengapa harus kamu?
Surabaya 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar