Kejutan
tapi pertemuan itu tak pernah terjadi
kita bukan tokoh tokoh di novel
atau sinetron dengan rating tinggi
dengan kisah cengengnya
namun setahun,
bukan waktu yang sebentar
di kota ini,
tidak ada nasi bebek enak kesukaan kita
tidak ada ahmad yani yang kau benci
atau mayjend sungkono yang selalu kau hindari
di kota ini,
pengemudinya penuh dengan kejutan
seperti kamu
yang siang tadi
mengunggah foto dengan seorang perempuan
Situbondo, November 2016
Memasuki Usia Seperempat Abad
Selain berkumpul bersama keluarga dan kawan, mendapat hadiah buku adalah hal yang menyenangkan hati |
Terima kasih, gengs! :* |
I Love You, My Neighbor! |
Hambok ya jangan diucapin mulu di atas pesawat, kapan diajak nae pesawatnya :( |
It's Our Paradise and It's Our War Zone
Climb on board
We'll go slow and high tempo
Light and dark
Hold me hard and mellow
Nobody but you, 'body but me
'Body but us, bodies together
I love to hold you close, tonight and always
I love to wake up next to you
I love to hold you close, tonight and always
I love to wake up next to you
In the place that feels the tears
The place to lose your fears
Yeah, reckless behavior
A place that is so pure, so dirty and wrong
In the bed all day, bed all day, bed all day
Fucking in and fighting on
It's our paradise and it's our war zone
It's our paradise and it's our war zone
Nih, aku kasih videonya Zayn Malik. Hehe.
"Ha? Menikah? Siapa yang mau menikah, Pop?"
Punya temen sekantor, seruangan macam Maya kadang bisa buat Nona Pop gemas karena saking lugunya. Tapi Nona Pop bersyukur banget punya Maya dibanding anak-anak ruangan lain yang ada aja masalahnya sama teman satu ruangan.
Nona Pop menyesap jusnya habis.
"Pop! Siapa yang mau menikah?"
"Gua."
"Becanda ya Lu?"
"Yasudah, Reza Rahardian yang mau menikah."
"What? Reza Rahardian? Beneran Pop? Serius Pop? Kok dia kaga bilang guaaaaa? Pop! Pop! Lah, Pop mau ke manaaaa? Gua jangan ditinggal. Ah elah."
Nona Pop tak menghiraukan panggilan Maya. Pikirannya tertuju pada Dimitri. Semalam anak itu kembali menghubungi Nona Pop. Lewat telepon.
"Halo."
"Halo. Dengan siapa?"
"Ya ampun, Non. Masa suaraku kamu ngga hafal?"
DEG.
Nona Pop menjauhkan ponselnya dari telinga.
"Non.. Non.." terdengar suara dari seberang sana.
"Ha..halo.. Mas Dim?"tanya Nona Pop ragu-ragu.
"Masih ingat juga ya, Non? Lagi di mana?"
"Baru sampai rumah?"
"What? Ini jam 10 malam dan kamu baru sampai rumah?"
"Mas Dim, ada apa?"
"Orang kangen emang ngga boleh ya, Non?"
"Boleh, sih. Tapi, kan."
"Kamu masih marah ya sama aku, Non? Oiya, besok aku ada pameran di mall deket rumah kamu biasanya. Dateng ya, jam 7 malam. Aku tunggu loh, Non. Selamat malam, Nona manis."
Klik.
Telepon diputus.
Ada yang tak pernah bisa dipahami oleh Nona Pop. Pikiran laki-laki. Terkadang kebaikan mereka suka membingungkan. Ponsel itu berdering lagi.
"Halo, ada apa lagi?"
"Non? Are you okay?"
Nona Pop melihat nama yang tertera di layar ponsel. Mr. Nob.
"Eh, hai! Whats going on, Dear?"
"I called you many times. Habis teleponan sama siapa, sih?"
"Ngg.. nganu.. itu Maya. Biasa..."
Nona Pop menepuk dahinya. Tak seharusnya dia berbohong pada laki-laki itu. Tapi entah kenapa tadi di pikirannya adalah lebih baik tak menceritakan pada Mr. Nob perjumpaannya dengan Dimitri siang tadi. Meski Mr. Nob tahu siapa Dimitri dan cerita apa yang pernah ditulis semesta antara Dimitri dan Nona Pop.
"Maya? Ngapain sih? Masih kurang dia sama kamu seharian. Heran, deh."
"Hahaha. Udah, deh. Ada apa, Sayang?"
Rasanya memanggil laki-laki itu dengan panggilan sayang masih aneh untuk Nona Pop. Tapi, benar adanya, dia menyayangi bahkan mencintai laki-laki itu lebih lama dari umur ponakannya yang kelas 1 SD.
"I miss you. I will go home this weekend. Meet up?"
"Pleasure, Sir."
"Take care then, Dear. Can't wait to see you."
Klik.
Telepon ditutup.
Tapi Nona Pop, tak dapat tidur nyenyak malam itu.
Flashback
Dimitri, anak itu tiba-tiba menghubungi Nona Pop dan mengajaknya bertemu.
Mobil sedan hitam itu menyalakan lampu sein sebalah kanan, lalu parkir di depan sebuah tempat makan yang tak begitu ramai.
"Errr.. Kenapa bahas itu lagi?"
"Ya habisnya, kamu cari laki-laki seperti apa, sih? Aku rumah ada, mobil ada, kerjaan enak, sholat? Alhamdulillah aku tahu tanggung jawabku."
"Tapi kan perkara menikah ngga bisa diputuskan secepat itu, Mas Dim."
"Apa karena zaman kuliah dulu?"
"Errr.. ini kenapa bahas masa lalu kita, sih. Jadi, mana undanganmu? Katanya sudah mau rabi?"
"Lah, yang kuajakin rabi nolak kok. Gimana, sih?"
"Ih, aku seriusan!"
"Hahaha."
"Jadi, gimana?"
"Nanti aku beritahu kalau tanggalnya sudah fix."
"Awas aja pokoknya kalau aku ngga Mas Dim undang."
"Aku kalau ngundang kamu, takut kamu yang patah hati, Non."
"Patah hati apa-aaaaaaaaan!"
"Haha. Bercanda. Rindu deh, pengen ngeteh-ngeteh lucu lagi sama kamu kayak dulu."
"I am availabe after 4 p.m."
"Noted! Yasudah, aku balik kantor dulu, ya. Udah abis jam makan siangnya. Kamu juga, nanti dimarahin bos, loh,"
"Siap, Capt!"
"See you when I see you ya, Non. Take care."
Nona Pop tersenyum, pandangannya mengikuti langkah laki-laki itu pergi meninggalkan meja kasir. Nona Pop membayar tagihannya lalu kembali pada kenyataan.
Berani Memilih
Surabaya, 21 April 2016
Am I Ready?
Ni Hao, Gengs!
Dear Peserta #30HariMenulisSuratCinta dengan awalan huruf H-L,
Bagaimana kabar kalian, gengs? Kakak Mini harap semuanya dalam keadaan bahagia. Sebab salah seorang kawanku pernah berbisik padaku ketika suatu ketika kesedihan sedang singgah di bahuku.
Katanya, "Jangan lupa bahagia, Tiw. Sebab bahagia itu hukumnya wajib."
Terima kasih sudah mempercayai kakak Mini untuk mengantar surat-surat kalian selama 30 hari penuh. Maafkan kalau selama ini masih banyak kekurangan di sana sini. Tapi percayalah, surat-surat kalian selalu mampu membunuh lelah setelah seharian di kantor.
Ada yang sempat bertanya bagaimana ekspresiku ketika membaca surat kalian. Kalian sudah membuat perasaanku jungkir balik. Membaca surat kalian aku bisa senyum-senyum sendiri membayangkan jika aku "Dia" yang kaukirimi surat, kadang aku bisa mengernyitkan dahi, tak jarang ikut sedih jika surat kalian sedang berbicara mengenai rindi, pertemuan yang takkunjung terjadi, atau hati yang tak mampu meraih cintanya. Tak apa, Gengs, semua itu wajar terjadi. Yang kita butuhkan hanya tetap semangat dan percaya kepada diri kita sendiri.
Pesanku tak banyak, sebab aku sendiri masih butuh banyak nasehat. Pesanku, tetap menulis, ya. Sebab menulis itu hanya butuh satu hal, kedisplinan. Media sosial kakak Mini terbuka lho buat kalian yang ingin curhat. Sesibuk apa pun kakak Mini akhir-akhir kini karena deadline, akan selalu ada waktu dan hatiku untuk kalian.
Sampai jumpa di event dan kesempatan lainnya. Semoga.
Salam,
Pratiwi Herdianti Putri.
Surat Ke-20: Kepada Mr. Nob
Surabaya, Februari 2016
Surat Ke-19: Kepada Mr. Nob
Tumben jam segini belum makan siang?
I beg your pardon, kakak bicara sama saya?
Pergi ke perpustakaan setiap selesai kelas hingga matahari terbenam. Makan siang di kantin Fakultas Sastra duduk di pojok setelah sholat Dzuhur di musholla. Siapa lagi?
Nona Pop, itu namamu, kan? Aku Dimitri, angkatan satu tahun di atasmu. Jurusan Sosiologi, FISIP. Kampus kita sebelahan kan?
Nice to see you, but i have to go.
See you tomorrow, Nona Pop!
Mas Dim kenapa suka nemenin aku ke toko buku? Ngajakin aku nonton?
Karena Nona Pop yang ajak Mas Dim ke toko buku dan Mas Dim suka ngajak Nona Pop ke bioskop. Kita punya banyak selera yang sama. Apalagi soal musik, ngga semua orang suka musik swing dan jazz seperti Nona Pop.
Bukan karena Mas Dim sayang sama aku?
Mas Dim sayang sama Nona Pop. Tapi seperti ini sudah bikin Mas Dim bahagia.
Seperti ini? Hubungan tanpa status maksudnya?
Begini, Nona, Mas Dim sangat menyayangimu. Kamu tak perlu bertanya untuk tahu jawabannya. Tapi, aku ngga bisa melakukan hal yang lebih dari sekadar apa yang sudah kita lakukan selama ini. Kamu adik dan sahabat terbaik yang pernah Mas Dim punya.
Nona Pop.
Seperti Apa?
Seharusnya, aku tak patut untuk mengeluh. Sayangnya, aku hanya manusia biasa saja. Satu tahun belakangan aku banyak menerima kabar gembira berupa undangan pernikahan. Bagaimana aku tak turut bahagia melihat kawan-kawanku tengah berbahagia. Nyatanya, kabar gembira itu justru meninggalkan kegelisahan di atas kepalaku.
Membingungkan memang dengan kebiasaan sebagian orang di sekitarku yang menerapkan hukum tidak tertulis bahwa perempuan di usia sepertiku saat ini adalah saat-saat ideal untuk menikah, atau setidaknya sedang merencanakan pernikahan.
Aku sempat berpikir, mungkin menyenangkan jika memiliki lengan hangat milikmu sendiri. Tapi bagaimana bisa aku membayangkan jika kepada siapa hatiku terjatuh saja aku tak benar-benar tahu, atau lebih tepatnya aku sedang dalam masa dimana sebuah pertanyaan muncul di atas kepalaku setiap pagi,
"Jadi, cinta itu seperti apa?"
Surat Ke-11: Kepada Mr. Nob
gambar diambil dari sini |