Surat Ke-19: Kepada Mr. Nob

Dear Mr. Nob,

Dua tahun sebelum aku bertemu denganmu aku bertemu dengan seorang laki-laki. Namanya Dimitri.

Begini ceritanya,
aku yang saat itu berstatus mahasiswa di sebuah perguruan tinggi negeri sedang rajin-rajinnya ke perpustakaan. Waktu itu pukul dua siang, aku sudah terlambat untuk makan siang. Aku bukan tipe orang yang suka pergi ke perpustakaan bergerumul seperti anak-anak lainnya. Aku suka pergi sendirian. Hingga siang itu aku makan siang sendirian.

Dimitri:
Tumben jam segini belum makan siang?

Nona Pop:
I beg your pardon, kakak bicara sama saya?

Dimitri:
Pergi ke perpustakaan setiap selesai kelas hingga matahari terbenam. Makan siang di kantin Fakultas Sastra duduk di pojok setelah sholat Dzuhur di musholla. Siapa lagi?

Aku hanya pura-pura meneruskan suapan makanku, meski sesungguhnya aku juga tak begitu menikmati rasanya. Aku lebih pada takut. Sebab sejujurnya, aku belum pernah bertemu dengannya.

Dimitri:
Nona Pop, itu namamu, kan? Aku Dimitri, angkatan satu tahun di atasmu. Jurusan Sosiologi, FISIP. Kampus kita sebelahan kan?

Nona Pop:
Nice to see you, but i have to go.

Dimitri:
See you tomorrow, Nona Pop!

Semenjak kenadian itu, Tuan, Dimitri suka sekali tiba-tiba duduk di hadapanku ketika aku sedang membaca di perpustakaan. Jauh dari perkiraanku, dia bukan sekadar playboy yang mencoba menggoda adik kelasnya. Dia salah satu mahasiswa terpandai di fakultasnya.

Mas Dim, begitu aku kemudian memanggilnya, ternyata menyukai banyal hal berbau sastra. Kami banyak ngobrol mengenai paham Marxisme dan Feminisme di Eropa. Dia juga membaca buku buku Pram, Armijn Pane, A.S. Laksana, Dan Brown, bahkan Fedrich Nietsche. Siapa yang tak betah berlama-lama duduk dan mengobrol dengan laki-laki macam dia?
Suatu hari, Mas Dim mengajakku menonton konser. Bukan konser, Gigs lebih tepatnya. Waktu itu belum kukenal Payung Teduh atau pun Silampukau, Mr. Nob. Aku hanya tahu The Upstair, SantaMonica, Mocca, Efek Rumah Kaca, dan Pure Saturday. Mas Dim memberiku kejutan, dia memberiku dua tiket Mocca. Aku tak bisa bilang tidak.
Pukul 7 tepat, kulihat mobilnya sudah berhenti di depan pagar rumahku. Kulihat dia sedang asik berbincang dengan ayahku di teras depan. Baru kali ini kulihat Ayah begitu menerima orang baru dan tidak melarangku pergi dengan laki-laki.

Hampir setahun setelah dia mengajakku berkenalan dengan paksa. Menjemputku setiap Sabtu Malam, membawaku untuk menonton bioskop setelah berbasi-basi dengan ayah sebentar jika beliau ada di rumah, menemaniku ke toko buku, dan seringnya menemaniku makan siang di kantin ketika aku sedang tak bersama kawan-kawanku.

Hingga malam itu, Mr. Nob, aku tak pernah merencanakannya. Semua itu terlontar sendirinya dari mulutku, kalimat yang membuatku setengah menyesal setengah tidak telah mengatakannya.

Nona Pop:
Mas Dim kenapa suka nemenin aku ke toko buku? Ngajakin aku nonton?

Dimitri:
Karena Nona Pop yang ajak Mas Dim ke toko buku dan Mas Dim suka ngajak Nona Pop ke bioskop. Kita punya banyak selera yang sama. Apalagi soal musik, ngga semua orang suka musik swing dan jazz seperti Nona Pop.

Nona Pop:
Bukan karena Mas Dim sayang sama aku?

Dimitri:
Mas Dim sayang sama Nona Pop. Tapi seperti ini sudah bikin Mas Dim bahagia.

Nona Pop:
Seperti ini? Hubungan tanpa status maksudnya?

Dimitri:
Begini, Nona, Mas Dim sangat menyayangimu. Kamu tak perlu bertanya untuk tahu jawabannya. Tapi, aku ngga bisa melakukan hal yang lebih dari sekadar apa yang sudah kita lakukan selama ini. Kamu adik dan sahabat terbaik yang pernah Mas Dim punya.

Semenjak itu, Mr. Nob, aku takut untuk jatuh cinta. Aku tahu aku sedang berada dalam penolakan. Atau aku yang terlalu berharap lebih pada pertemanan kami. Aku tak tahu siapa yang salah di sini, aku atau waktu memang sedang tidak tepat.

Aku dan Mas Dim masih berteman hingga sekarang. Kami masih sesekali bertemu untuk melepas rindu dan membicarakan buku apa yang sedang kami baca. Tapi kami tak pernah pergi ke toko buku bersama lagi, kami tak pernah menonton bioskop lagi, tak lagi menonton gigs, bahkan aku jarang melihatnya di kampus semenjak Mas Dim mulai sibuk dengan skripsinya.

Tak ada satu kisah tentang aku yang tak kuceritakan padamu, Mr. Nob. Sebab sebelum bertemu denganmu, aku ialah perempuan yang sangat hati-hati perihal menjatuhkan hati. Sebelum bertemu denganmu, aku sempat tak percaya diri dan takut untuk mencintai dan membuka hati.
Tapi semua itu sebelum akhirnya aku bertemu denganmu, Mr. Nob.

Jadi, kapan kamu akan melipat jarak agar aku bisa bercerita langsung semuanya kepadamu. Melihat kakimu yang tak bisa diam ketika duduk dan kamu yang gemar menggigit bibir bagian bawahmu?

Salam,
Nona Pop.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar