pertunjukan tak pernah selesai.

tiga gadis kecil dengan kaki bersila tertawa terbahak di salah satu sudut taman tak jauh dari tempatku duduk sambil membaca sebuah buku setebal dua ratus tiga puluh tujuh halaman yang takkunjung tuntas kubaca. buku itu bersampul hijau pupus dengan beberapa gambar binatang di atasnya, aku membelinya sendiri dengan memecah celengan ayam di meja belajarku tepat di ekornya. aku menangis di halaman lima puluh sekian, ketika gadis kecil tokoh utama kehilangan sahabat karibnya karena penyakit kanker darah. di sampingku duduk ada segelas karton berisi kopi dengan aroma latte yang menggelitik hidungku mesra. asap tipis mengepul mesra di atasnya. tiga gadis kecil di sana masing-masing membawa sebuah boneka, yang dikepang dua membawa boneka beruang berwarna cokelat muda yang mengingatkanku pada warna matamu, sedang yang satu lagi berambut keriting dan kulit agak gelap menggendong sebuah boneka kelinci putih persis seperti warna kulitmu, gadis kecil satunya berambut cepak agak pirang memamerkan boneka perempuan cantik yang juga berambut pirang. aku teringat perempuan yang kau genggam tangannya di antrian tiket bioskop beberapa hari yang lalu. seseorang anak laki-laki bertubuh agak besar datang mengacaukan menciptakan tangis pada salah dua di antara mereka. si gadis kecil pirang membusungkan dada di hadapannya seperti tak pernah mengenal kata takut. seorang yang dipanggil ibu guru menghampiri dan membawa pergi tiga gadis kecil dengan bonekanya.
pertunjukan selesai.
namun tidak pada kecewaku.

surabaya, 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar