Saya terbangun pukul tiga tepat dini hari, kepala saya penuh dengan hal-hal entah dan segera ingin dimuntahkan. Mencoba mengajak langit-langit kamar mengobrol sebentar sebelum memutuskan untuk kembali memejam. Sebab tak ada yang lebih bijak dari mereka, mereka pendengar yang baik.

Saya ingin sekali bisa membaca isi kepalamu sekali saja agar tak lagi bingung mengambil keputusan, lalu menyesal. Sayangnya, bahkan membaca isi kepala saya sendiri saja saya tak pernah bisa, bagaimana membaca milik orang lain?

Ada dua pilihan yang membuat bimbang, membuat langkah kaki saya suka tiba-tiba terhenti, dan membuat saya lupa mengaduk minuman saya; haruskan saya tetap tinggal atau pergi saja?

Tapi mengapa saya harus pergi jika bisa tetap tinggal?

Saya mencintaimu lebih dari yang pernah kaubayangkan. Hanya saja, saya terkadang malu untuk mengakuinya bahkan kepada diri saya sendiri. Lalu saya teringat kata-kata dosen saya suatu hari, "satu hal yang sukar kamu lakukan itu hanya satu, berdamai pada dirimu sendiri."

Saya bukan puteri dan kamu bukan ksatria, bahkan tak ada bintang jatuh di antara kita. Tapi di mataku, kamu ialah ksatria. Saya mencintaimu bukan karena suatu hari kamu bisa mengabulkan semua impian-impian saya yang mustahil. Terkadang cinta terlalu rumit untuk diungkapkan. Namun belasan tahun rasanya membuat saya cukup paham dan yakin bahwa saya mencintaimu.

Jika kamu membaca tulisan ini, setidaknya kirimi saya sebuah pesan, katakan apa yang harus saya lakukan, sebab saya tak bisa membaca isi kepalamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar