Berani Memilih

Sebelumnya saya ucapkan Selamat Hari Kartini untuk semua Srikandi yang membaca tulisan ini, tentu juga untuk para kalian laki-laki yang juga ikut membaca. Kalau berbicara mengenai kesetaraan di hari Kartini, itu artinya bukan hanya perempuan saja yang boleh beraktivitas di luar rumah tetapi harusnya berlaku untuk para laki-laki agar tak segan melakukan pekerjaan seorang perempuan. Seperti pekerjaan di dapur dan mencuci baju, misalnya. Eh, gimana? Setuju engga?

Teman saya seorang perempuan pernah berkata kepada saya, dia tidak akan memilih laki-laki yang melarangnya untuk bekerja. Itu hak dia, saya rasa. Tapi perdebatan mengenai perempuan harusnya stay di rumah mengurus keluarga atau bekerja hingga saat ini belum ada titik tengah dari masing-masing kubu. Katanya sih, sayang banget sekolah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya cuma jadi ibu rumah tangga tapi kalau bekerja nanti katanya tidak sayang keluarga. Terus gimana, dong? 

Buat saya, itu tergantung perempuan itu mampu atau tidak bersikap adil kepada karir dan keluarganya. Sebab selain ikhlas, adil adalah hal yang paling susah dilakukan. Tapi saya berkiblat kepada Mama saya. Beliau, ibu dari 4 orang putra dan putri, saat ini bekerja sebagai kepala sekolah dan memegang dua sekolah sekaligus di kota yang berbeda. Beliau harus sering bolak-balik, tapi saya dan adik-adik saya sebagai anaknya toh tidak pernah merasa kekurangan perhatian dan kasih sayang. Hello, zaman sekarang teknologi sudah canggih dan jangan lupa masih ada weekend yang bisa kita gunakan sebagai quality time bersama keluarga. Jadi, kalau ada yang bilang kasihan anaknya kalau ditinggal bekerja, coba kalian lihat dari sisi yang lain, coba kalian bertanya pada mereka yang ibunya bekerja. Sekali lagi, semua tergantung seberapa adilkah perempuan itu terhadap karir dan keluarga.

Kembali ke judul postingan saya di atas mengenai berani memilih. Ketika saya lulus sebagai sarjana, artinya kehidupan saya baru saja dimulai. Di situ, seperti kebanyakan orang lainnya, saya harus memilih untuk menikah, melanjutkan sekolah, bekerja, atau melakukan salah dua bahkan ketiganya. Untuk urusan menikah, saya harus coret itu dalam daftar. Alasannya tidak usah saya ceritakan di sini, kalian kira-kira saja apa jawabannya. Hehe.

Akhirnya, hingga hari ini saya memutuskan untuk melanjutkan sekolah saya ke jenjang yang lebih tinggi, magister sambil bekerja tentunya. Bukan hal mudah memang memutuskan hal yang akan memengaruhi hidup saya ke depannya. Tapi, begitulah, hidup itu harus berani untuk memilih dan berani pula untuk menanggung segala risiko atas pilihan yang sudah kita ambil. 

Sejauh ini dua-duanya berjalan dengan lancar. Meskipun tidak mudah, tapi saya bersyukur sebab dapat mengimbangi waktu antara pekerjaan dan sekolah. Saya bersyukur sebab saya berani untuk memilih. 

Mengenai menikah, ah, siapa yang tak ingin menikah. Makanya kalian doakan saja semoga segera ada Mr. Nob dari dunia nyata yang berani meminta saya untuk menikah. Hehe. Can I get amien? :'))))


Surabaya, 21 April 2016

Pratiwi H. Putri, 24 tahun, auditor.

Memilih melanjutkan magister sambil bekerja. 


5 komentar:

  1. Kerja sambil kuliah itu warbiasa kak, hebat kalo bisa bagi waktunya. Aku aja skripsi sambil kerja gak kepegang *malahtjurhat :D

    Aamiin Kak Mini, semoga lekas ada Mr. Nob dari dunia nyata ya :*

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin. terimakasih, nona manis. :*

      hihihi iyaa bukan hal mudah. tetap semangat ya, kamuuuu

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus