hujan yang rebah di kota istimewa

hujan sedang gemar rebah di kota istimewa, namun prasangkaku rebah di dadamu tepat setelah kaki kiriku turun dari kereta sancaka sore. pukul delapan lebih empatpuluhlima menit, seorang petugas meniup peluit tanda masinis boleh menjalankan keretanya, namun kau masih belum mengijinkanku menghuni dadamu yang konon lapang itu. aku masih ingat betul ketika aku memutuskan menerima pinangan sepi setelah dua tahun dadaku kehilangan kuncinya kau yang membukanya perlahan dan menghidupkan kembali kepakan sayap kupu-kupu kupu-kupu di perutku yang tidur nyenyak berselimut air mata. 

aku jarang sekali mengunjungi kota ini kecuali jika sedang patah hati dan lucunya patah hatiku selalu tepat dengan musim hujan tiba seperti kali ini, hujan tak hanya rebah di kota istimewa, begitu juga di pipiku. dia rebah dengan hangat ketika bibirku mengeja lima huruf namamu. cukup bagiku mengetahui bahwa aku merindukan desah nafasmu di tengkukku.

hujan sedang gemar rebah di kota istimewa, tapi kali ini bukan hanya tubuhku yang menggigil tapi juga sikapmu hari ini. tak ada ucapan selamat pagi atau hati-hati di jalan. ah, sayang, betapa rinduku bukan hanya sekadar rindu pada pelukan-pelukan kecil kita.

hujan sedang gemar rebah di kota istimewa, di sepanjang jalan kaliurang ini aku ingin merebahkan rinduku sejenak dan menunggu kepalaku berubah pikiran untuk melupakanmu.

kaliurang, 2013 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar