hukum boyle

"Maaf, ini pulpenmu? Tadi terjatuh saat kamu berdiri di rak itu."tegur seseorang, tangan kanannya menyerahkan sebuah pulpen sedangkan tangan kirinya menunjuk sebuah rak bertuliskan "ekonomi".
"Eh, iya. Terima kasih."
"Kembali."ujarnya, lalu duduk di meja di hadapanku.

Aku membuka komputer jinjing kecilku lalu menekan tombol power, sembari menunggu benda berwarna putih di depanku ini menyala aku membuka salah satu dari setumpuk buku yang sengaja kuambil dari rak yang ditunjuk anak laki-laki di hadapanku tadi. Ini semua demi thesis, batinku sambil memasang mimik wajah seakan-akan siap melahap berpiring-piring makanan lezat di depanku. Aku tak tahu persis apa yang dipikirkan anak laki-laki itu namun dia tertawa geli melihatku.

"Fakultas apa?"tanyanya padaku sambil tersenyum. Oke, dia punya lesung pipi yang membuat dia terlihat begitu manis ketika tersenyum.
"Ekonomi."
"Wah calon menteri ekonomi."
"Aku nggak tertarik ngurusin pemerintah."
"Kenapa? Negara ini membutuhkan orang-orang pintar seperti kamu."
"Tau dari mana aku pintar?"
"Kacamata."
"Lah, emang semua yang pake kacamata pintar?"
"Semua orang yang melihat kamu pertama kali pasti punya kesan kamu pintar."
"Lebay ah, aku biasa aja."
"Seperti hukum boyle satu, cewek pintar nggak bakal mengakui dirinya pintar."
"Hukum boyle setahuku ngobrolin tentang hubungan antara tekanan, volume dan massa gas pada suhu konstan."
"Tuh kan, sudah kubilang kamu pintar."
"Kebetulan inget aja, sih."

Ponsel di hadapan anak laki-laki itu bunyi. 

"Kenapa nggak diangkat?"
"Nggak penting."
"Emang apa ukurannya penting dan nggak penting dari panggilan telepon? Memangnya di situ ada tulisannya dia nelepon untuk urusan apa?"
"Mantan. Paling-paling minta ditemenin lagi gara-gara lagi bertengkar sama pacar barunya."
"Kenapa nggak diangkat terus ditolak secara halus?"
"Susah."
"Susahnya? Kamu belum move on?"
"Apa ukuran seseorang dia sudah move on apa belum? Memangnya bisa dilihat dari dia nggak mau angkat telepon dari mantannya?"
"Entahlah."
"Kamu punya pacar?"
"Dulu, lima belas bulan yang lalu."
"Wah dihitungin. Belum move on?"
"Memangnya ukuran move on bisa dilihat dari dia ngitungin waktu dari dia putus?"
"Kamu lucu, namaku Reyhan."katanya sambil mengulurkan tangannya.
"Aku Annisa."

Setelah lima belas bulan, aku kembali merasakan bagaimana rasanya dada yang bergetar akan sebuah kontak fisik. 

Balai Pemuda, 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar