di minggu yang ke berapa

di minggu yang ke berapa entah aku tiba-tiba membencimu, memicingkan mata tatkala aku melihat foto kita di dinding kamarku. di minggu yang ke berapa entah aku tiba-tiba enggan menyebutkan namamu, bahkan sekedar mengeja kalimat tentangmu. di minggu yang ke berapa entah lahir perasaan jahat dalam hatiku. aku bukan orang jahat, begitu juga denganmu. atau mungkin aku yang orang jahat, karena aku punya perasaan cemburu yang terlalu besar padamu.

lelakiku pernah bilang, cemburu itu hanya sebuah peluru. peluru yang kau tembakkan, bukan akan mengenai siapa yang kau anggap musuhmu. tapi akan mengenai dadamu sendiri, sampai kau akhirnya jatuh tersungkur, menangis, lalu mati berteman air mata. aku tau dia bukan lelakiku lagi, tetapi setidaknya kau tak melompati pagar hatiku. bukan sekedar melompat, kau telah merusaknya. ada beberapa bagian yang rusak di sana. kamu tak akan pernah sadar, bahkan hanya sekedar menengok untuk berkata aku menyesal.

di minggu yang ke berapa entah, aku tak sudi lagi mengenalmu. namun, masih ada saja perasaan sayang menggantung dalam langit-langit hatiku meminta dipetik, meminta pengakuan. layaknya sekolah swasta yang berseru pada pemerintah minta diakui. begitulah kiranya.

di minggu yang ke berapa entah lagi-lagi aku mengutuk diriku sendiri atas perasaan yang pernah terlahir di sini, di dadaku, di hatiku. padamu, padanya. pada lelaki yang pernah sedikit kusandarkan masa depanku padanya. lelaki yang selalu ingin kurengkuh tubuhnya lama-lama tatkala kami bertemu. lelaki yang menolak aku sebagai masa depannya.

tidakkah kau tau betapa sakitnya aku kala itu?
tidakkah kau tau betapa tersiksanya aku menahan rasa yang begitu jahat jika aku meluapkannya?
tapi akhirnya terluap juga, bukan. dan dia marah, dia marah besar.
mungkin kamu tak pernah merasa melakukan kesalahan.
hanya sedikit kumohon mengertilah akan perasaan yang sedang menggantung di depan mataku. menggantung lima senti di atas dahiku, yang susah sekali untuk kulepaskan barang semenit.

surabaya, 2012.
selamat ulang tahun buat sahabatku hari ini. aku tak pernah membencimu, percayalah. 

2 komentar:

  1. Mungkin saja ketika itu angin timur sedang tak bersahabat dengan perasaanmu, atau rasa sayang itu tak lagi melekat di langit-alngit haitmu, ia telah jatuh, terbenam dan tenggelam selamanya.

    he he he apasih, ngaco gue,
    keren banget nih, puitis banget..

    BalasHapus