Cinta itu Bukan Aturan Main

Saya bukanlah salah satu dari anak perempuan cantik populer yang menonjol di kampus atau pun saat masih di sekolah dulu, bahkan saya tidak diciptakan menjadi murid yang pandai. Ah, sejujurnya saya sangat bersyukur sekali tidak menjadi istimewa. Tidak ada yang istimewa juga dalam hidup saya, hingga suatu hari saya memiliki hal yang begitu istimewa. Panggil dia kamu. Beberapa kawan sempat menanyakan apa istimewanya kamu. Saya selalu menggeleng, tidak tahu. Tapi menurut saya. Kamu begitu istimewa. Hingga saya tak pernah mendapat alasan mengapa kamu begitu istimewa di mata saya.

Namun suatu hari, saya memutuskan untuk pergi dari kamu. Meninggalkan hidupmu, setelah saya sadar saya adalah bagian dari beban di hidup kamu. Sungguh, saya tidak tahu persis apa yang membuat saya berpikiran seperti itu. Tapi keputusan sudah terlanjur saya ucapkan, saya meninggalkanmu. Mungkin benar kehilangan kamu yang istimewa adalah suatu hal yang sangat tidak menyenangkan, tapi itu mungkin akan berbeda jika saya bisa melihat kamu bernapas lega atas kepergian saya.


Saya sempat bercerita perihal kepergian saya kepada salah satu wanita yang saya kenal. Beliau sudah berkeluarga, sudah berkali-kali menjalin hubungan dan kandas di tengah jalan, sudah berkali-kali pula disakiti. Intinya, wanita itu sudah mempunyai pengalaman yang lebih banyak ketimbang saya. Mulai dari awal mula saya bertemu kamu, yang merubah persepsi saya mengenai sebuah hubungan yang mumpung-masih-muda-mari-main-main menjadi bahwa sebuah hubungan itu merupakan dua kepala yang menjadi satu, dua kehidupan yang menjadi satu, juga dua argumen yang berbeda dan disatukan oleh titik tengah. Saya mendapatkan bahu yang begitu nyaman untuk bersandar, tubuh yang hangat yang bisa direngkuh, juga tempat yang sangat menyenangkan untuk saling berbagi. Hingga suatu hari saya membuat kesalahan. Yah, cemburu itu peluru. Seharusnya saya sudah tahu hal itu bahkan sebelum saya mengenal kamu. Tapi perasaan wanita, siapa yang tahu?



Saya bersikukuh terhadap pendapat saya, bahwa itu hanya wujud rasa cinta saya terhadap kamu, bahwa saya begitu takut akan kehilangan kamu. Bahwa beberapa rasa khawatir saya ketika kamu harus pulang hingga larut malam dan takut kamu sakit adalah wujud rasa sayang saya serta perhatian saya terhadap kamu. Saya sadar ternyata saya mendapatkan tamparan keras di sini, ketika wanita tempat saya bercerita tersebut berujar, 

"Iya, kamu salah. Lelaki mana yang ingin hidupnya diatur? Nggak ada, Nduk. Mungkin bagi kita itu perhatian, rasa sayang. Tapi bagi mereka? Itu lain."

Saya begitu mencintai kamu, hingga tulisan ini dibuat.

Tapi saya sudah memutuskan untuk melepaskanmu, toh saya akhirnya juga harus merasakan sepotong rasa kehilangan yang teramat dalam. Dulu kehilangan seperti lalu melupakannya adalah hal yang mudah, saya tidak terlalu begitu memikirkannya. Tapi kamu begitu berbeda, kamu membuat saya menangis berhari-hari hingga habis suara saya, hingga pucat mewarnai wajah saja. Membuat saya tahu akan hal baru, bahwa rindu itu salah satu yang menyesakkan dada. 

Hingga saat ini saya paham, bahwa cinta itu bukan hanya sekedar aturan main bahwa dua hidup yang disatukan atau dua kepala yang disatukan. Tapi juga lebih bagaimana kita bisa saling mengerti, saling memahami, juga saling memberikan rasa nyaman, bukan beban. Jika beberapa hal tersebut kamu tinggalkan, bersiap-siaplah untuk kembali kehilangan.

Terima kasih buat kamu yang membuat saya punya rasa cinta yang begitu besar, punya rasa rindu yang begitu menggebu. Mungkin takkan pernah lagi ada kesempatan bagi saya untuk memilikimu. Tapi, untuk lelaki sesudah kamu nanti, siapa saja, saya akan buang rasa cemburu saya. Walau pun seringnya saya berpikir bahwa tak ada lelaki sesudah kamu. Sampaikan salamku untuk wanita sesudah saya nantinya, katakan padanya bahwa "Cemburu itu tak lain hanya sebuah Peluru."

Surabaya, 2012

2 komentar:

  1. "Cemburu itu tak lain hanya sebuah Peluru."
    Menarik, membuat saya penasaran.
    Berharap ada tulisan berikutnya yang mengupas lebih dalam tentang makna kalimat di atas.

    BalasHapus
  2. semua orang bisa memandang sesuatu dari sudut yang berbeda-beda mas. menganalogikan dengan sesuatu yang berbeda pula.
    tapi menurut saya, cemburu tak hanya peluru, dia pun lebih dari sebuah bumerang :))

    BalasHapus