: JvTino
Duduklah di sini sayang,
aku ingin menceritakan sebuah kisah
tentang sebuah meja makan kayu mahoni,
yang rindu akan sanjung puji
dari mulut seorang laki-laki.
Pernikahan beberapa bulan lalu,
hanya pernihakan sederhana.
Tak ada gedung mewah,
tak ada makanan enak.
Suaminya hanya seorang buruh pabrik,
istrinya hanya pelayan restauran padang di ujung gang.
Ramadhan kala itu, sayang.
Mereka lebih sering berbuka dengan air mata
berlinang dan dua gelas teh tawar.
Namun tak sedikitpun meredupkan
kasih sayang mereka yang begitu liar.
"Berbuka apa kita senja ini, manis?"
Sang suami berbisik, napasnya masih tersengal.
Istrinya hanya tersenyum.
Semangkuk besar kolak,
asapnya masih menyeruak,
memenuhi ruangan yang dindingnya mulai retak.
Mata sang suami tak berhenti memandang,
hingga adzan berkumandang.
Ucapan syukur tak berhenti terngiang.
Sayangku, aku malu pada cangkir kopi di depan kita.
Aku terlalu banyak mengeluh,
tentang kenangan yang menyisa peluh.
Sayangku, kemarin kita berbicara tentang cahaya.
Bayangkan senyum serta ucap syukur mereka,
kita tak berarti apa-apa.
Raguku tentangmu pun memudar
seiring datangnya percaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar