: JvTino
/1/
Beberapa hari yang lalu, seorang penyair menghampiriku, memberiku sebuah buku dan berkata bahwa hidup ini sedemikian singkat, sedekat antara adzan dan sholat. Lalu aku bersujud di pekat malam, melinangkan air mata hingga kedua mataku lebam. Mulutku tak henti mengucap shalawat,
apakah kita juga sedekat adzan dan sholat?
/2/
Esoknya, penyair itu datang lagi. Menemaniku menandaskan segelas kopi yang sesungguhnya tak ingin kuminum. Dia berbicara tentang luka, katanya, aku mengingatkannya pada seorang perempuan yang menghadiahi luka di dadanya dengan perpisahan-perpisahan kecil melalui sebuah pelukan. Pelukan katanya, hanyalah kosmetik yang mempercantik perpisahan.
Lalu, sayangku, apa sebenarnya arti dari sebuah pelukan?
/3/
Hari ini hujan, sayang. Di stasiun ini, aku sudah menunggu lama, namun kau tak datang. Tebak, siapa yang bertandang?
Sang Penyair, dia memelukku sambil menangis.
"Hujan adalah selembar karcis yang ditukarkan untuk membasuh luka mata orang-orang yang ditinggalkan" bisiknya.
Kekasihnya pergi, kepada entah. Setelah sadar bahwa mereka adalah tubuh-tubuh yang saling melukai.
Aku bertanya dalam hati, siapa sebenarnya kita, sayang?
/4/
"Aku malu bila tak memegahkan kita
saat cangkir di depan kita justru tersipu malu."
kalimat terakhir yang kamu ucapkan padaku dan masih kugenggam dalam ingatan bersama beberapa kenangan yang menyesakkan dada.
Apakah kau akan tetap berjalan di sampingku, sayang?
Hingga waktu memegahkan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar