Kepada, Adji..
yang pernah menitipkan sejuta inspirasi
untukku.
Selamat siang, jeleg!
Aku masih suka loh, manggil kamu dengan
nama itu. Karena kamu memang jeleg. Hehehe. Bahkan aku sudah lupa kapan
terakhir kali aku memanggil namamu. Maklum, kamu tau aku kan? Aku memang
pelupa. Tapi jangan salah, aku nggak pernah lupa moment-moment penting yang
pernah terjadi. Aku sudah menyimpannya erat di sebuah kotak rahasia dalam
otakku yang kuberi gembok ber’password, dan hanya aku yang tau passwordnya. Aku
jadi ingat pertama kali aku bertemu kamu. Di ruang 7, ingat? Remidi biologi,
ingat? Kalau nggak salah di pertengahan tahun 2007. Tuh kan, aku masih nggak
payah-payah banget dalam mengingat sesuatu.
Waktu itu tak ada yang istimewa saat
pertama kali melihatmu. Malah aku mebencimu, ya aku membencimu. Saat itu aku
masih belum pandai menulis surat cinta seperti sekarang. kita pun masih belum
sempat merangkai kata sedikitpun. Tapi Tuhan baik sekali, dia mengutusmu
menjadi teman sebangkuku. Teman sebangkuku yang menyebalkan. Yang tak pernah
ada habisnya mengerjaiku, yang tidak bisa sehari saja melihatku tenang. Hingga akhirnya,
kita memutuskan untuk menjalani hidup bersama-sama, melalui sebuah komitmen
yang ternyata hari ini kita terbangkan bersama layang-layang tadi pagi. Jika kau
bertanya apakah aku menyesal? Dengan lantang aku akan berkata tidak! Tahukah kau,
dji, semesta berbisik padaku semalam, katanya, “di mana ada permulaan, pasti ada akhirnya”. Lalu aku menjadi kuat
karenanya.
Mungkin ini surat terakhirku untukmu. Aku mau
menyampaikannya setengah berbisik yaa, agar tak terdengar tetangga. Jadi,
pasang telingamu tajam-tajam. Bacanya juga pelan-pelan yaa, biar pesanku
merayap jauh ke dalam matamu hinggap di retinamu dan terlempar ke dalam pikiranmu
perlahan namun pasti.
Delapan puluh lima minggu bukanlah waktu
yang sebentar dji. Dan selama itu kamu sudah mencoret kanvasku dengan warna
pelangi. Sekarang sudah penuh kanvasku, hingga tak ada tempat lagi untukmu melukis.
Yaa, mungkin sudah saatnya untuk mengganti kanvas yang baru. Tapi jangan
khawatir lukisanmu itu akan kupajang di dinding kamarku dan kupandangi setiap pagi,
ketika aku bangun tidur lalu aku berjanji akan tersenyum setelahnya. Aku sempat
termotivasi, sempat terinspirasi, sempat candu, sempat juga terombang-ambik
karenamu.
Berjanjilah padaku dji, jika suatu hari
kamu tengah digelayuti sedih ambillah pundakku dan bersandarlah disitu. Aku tak
akan pernah bosan untuk menjadi tempatmu berkeluh kesah. Jika kamu sedang
bahagia jangan lupa ajak aku juga. Hehe.
Tadi pagi dan pagi di delapan puluh lima
minggu yang lalu adalah pagi yang indah buatku. Tak ada yang perlu disesali,
dji.
Salam hangat dari hati yang pernah kau
pinjam.
“aku
pernah tesesat karenamu, tapi hari ini kamu membantuku menuju jalan keluar.”
pratiwihputri
Bagus..
BalasHapusTapi agak menyedihkan seh.. :(
hehehe..
terus berkarya ya pe, tancapkan selalu insipari2 indah yang kamu punya..
jangan kamu sekali-sekali sia-siakan sebuah inspirasi yang emang enggak dapat ditemukan.. :)
jangan sungkan2 juga ya buat curcol2 kalo kamu lagi ada masalah, insya Allah aq masih bisa menjadi seorang pendengar yang baik.. :)
makasih yaa dji. :)
Hapusheh, dibales!
masa sampek surat terakhir belum juga aku dapet balesan.
wkwkwkwk.
galau bener -__-
BalasHapus