Padahal aku ingin menyambutmu dengan pelukan
paling tidak meraih tanganmu, menggenggamnya lalu menciumnya
tapi lalu kini aku mengingat sebuah kalimat
kalimat sederhana yang mengembari belati
"berusahalah, namun tahu diri", kira-kira begitu
entah apa itu tahu diri yang mereka maksud
tahu diri bahwa kamu, tak pernah bisa lepas dari kepalaku
Padahal aku ingin menyambutmu dengan pelukan
paling tidak meraih tanganmu, menggenggamnya lalu menciumnya
tapi mata itu tak lagi jatuh pada pandangan yang sama
jemari yang tegas itu kini berada pada keengganan
mata itu tak lagi bisa kubaca
meski dengan penerangan yang cukup
dan selembar kertas ijazah dengan gelar sarjana sekali pun
aku lupa cara membaca matamu.
Padahal aku ingin menyambutmu dengan pelukan
paling tidak meraih tanganmu, menggenggamnya lalu menciumnya
namun suatu pagi aku terbangun dengan tidak menemukan kau
hal paling menakutkan yang kutakutkan datang, datang juga
sudah kucari kau di sela-sela jariku
di bahuku yang biasa kau tiduri
juga bibirku yang mengering dan lupa kapan terakhir menciummu
Padahal aku ingin menyambutmu dengan pelukan
paling tidak meraih tanganmu, menggenggamnya lalu menciumnya
namun jemarimu seakan punya mata menyala yang berpaling ketika melihatku
jemari yang kini, enggan menggenggamku.
Probolinggo, 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar