Beberapa bulan yang lalu setelah melewati beberapa drama, aku dan bapak Dandi memutuskan untuk jalan-jalan ke Solo. Kenapa Solo? Emang ada apa sih di Solo? Engga tahu juga, aku cuma ingin sekali mengunjungi kota itu dan engga sabar dengan kejutan-kejutan yang bakal terjadi. Diputuskan weekend untuk mengunjungi Solo berhubung kami sama sama budak negara jadi hanya bisa meluangkan waktu ketika akhir pekan.
Sehari sebelumnya, bapak Dandi sudah pesan kamar hotel melalui aplikasi. Random banget, hotel budget semoga tidak terlalu mengecewakan. Rencana berangkat dari Surabaya pukul 4 setelah sholat Subuh berakhir wacana karena kami raja dan ratunya mager. Pukul 5 kami baru keluar dari rumah, menempuh perjalanan sekitar 3 jam dengan mencoba jalur baru tol transjawa. Lumayan nih harga tol-nya, hampir Rp250 ribu sekali jalan Surabaya-Solo.
Sekitar pukul 8 kami sudah tiba di Solo, terus mau ngapain? Namanya travelling, kami belum punya rencana mau ke mana-mana. Iya, jangan dicontoh. Berkat google dan netizen akhirnya kami memutuskan untuk cari sarapan. Beberapa waktu yang lalu bapak Dandi ngidam nasi liwet gitu, eh kan kami sekarang ada di kota penghasil nasi liwet. Carilah kami yang buka pagi hari, karena kebanyakan yang terkenal di media sosial bukanya sore hari hingga malam. Ternyata ada tuh yang buka pagi hari, di pinggiran jalan gitu. Karena kami datang di jam sarapan, harus sabar mengantri. Penjualnya sudah sepuh, tapi soal rasa, top markotop gengs. Kaget juga kami, seporsi cuma Rp9 ribu. Jadi, dua orang engga sampai Rp20 ribu. Tanpa minum ya, karena kebiasaan kalau kami sedang pergi selalu bawa tumbler sendiri.
Karena jadwal check in hotel masih siang nanti, kami coba main ke Keraton Surakarta Hadiningrat. Tips untuk kawan-kawan, jangan ke sini ketika hari Jumat. Karena menurut informasi yang kami dapat, kalau hari Jumat tutup. Di sini kalian bisa main ke museumnya, atau menyewa andong untuk dibawa keliling komplek Keraton. Kami? Jajan es dawet telasih di depan keraton.
Sehari sebelumnya, bapak Dandi sudah pesan kamar hotel melalui aplikasi. Random banget, hotel budget semoga tidak terlalu mengecewakan. Rencana berangkat dari Surabaya pukul 4 setelah sholat Subuh berakhir wacana karena kami raja dan ratunya mager. Pukul 5 kami baru keluar dari rumah, menempuh perjalanan sekitar 3 jam dengan mencoba jalur baru tol transjawa. Lumayan nih harga tol-nya, hampir Rp250 ribu sekali jalan Surabaya-Solo.
Sekitar pukul 8 kami sudah tiba di Solo, terus mau ngapain? Namanya travelling, kami belum punya rencana mau ke mana-mana. Iya, jangan dicontoh. Berkat google dan netizen akhirnya kami memutuskan untuk cari sarapan. Beberapa waktu yang lalu bapak Dandi ngidam nasi liwet gitu, eh kan kami sekarang ada di kota penghasil nasi liwet. Carilah kami yang buka pagi hari, karena kebanyakan yang terkenal di media sosial bukanya sore hari hingga malam. Ternyata ada tuh yang buka pagi hari, di pinggiran jalan gitu. Karena kami datang di jam sarapan, harus sabar mengantri. Penjualnya sudah sepuh, tapi soal rasa, top markotop gengs. Kaget juga kami, seporsi cuma Rp9 ribu. Jadi, dua orang engga sampai Rp20 ribu. Tanpa minum ya, karena kebiasaan kalau kami sedang pergi selalu bawa tumbler sendiri.
Nasi Liwet Khas Solo |
Karena jadwal check in hotel masih siang nanti, kami coba main ke Keraton Surakarta Hadiningrat. Tips untuk kawan-kawan, jangan ke sini ketika hari Jumat. Karena menurut informasi yang kami dapat, kalau hari Jumat tutup. Di sini kalian bisa main ke museumnya, atau menyewa andong untuk dibawa keliling komplek Keraton. Kami? Jajan es dawet telasih di depan keraton.
Setelah plesir sebentar, eh perut laper lagi nih. Lagi-lagi berbekal google dan netizen akhirnya kami mencoba Selat Solo dan Timlo Solo. Kami coba dua-duanya. Sampe situ, oh, oke, ternyata lidah kami yang lidah Suroboyoan ini engga cocok cocok amat sama makanan Jawa Tengahan. Gudeg accepted, Nasi Liwet cuma accepted, tapi untuk dua menu kali ini. Cukup coba sekali saja. Sebelum istirahat siang ke hotel, kami nyangu serabi Solo yang terkenal itu, tentunya. Itung-itung buat cemilan di hotel.
Perjalanan kami ke Solo kali ini memang sebenernya dan sesungguhnya berburu makanan, kami ingin coba kuliner di Solo. Karena banyak sekali yang tanya, ngapain sih ke Solo? Emang ada apanya di Solo? Mending ke Jogja aja sekalian. Eh, jangan salah. Solo itu banyak sekali apa-apanya. Engga kalah dari Jogja, sama menyenangkannya juga dari Jogja.
Sorenya, bingung nih kan mau makan apa lagi. Ternyata katanya di dekat hotel kami ada Tengkleng Pak Manto yang terkenal dengan Tengkleng Rica-ricanya. Setelah mandi dan bersih-bersih, ke sanalah kami sebelum maghrib. Astaganaga, ngantrinya lumayan cin, kami nunggu setengah jam lebih. Tapi serius, semua itu worth it banget ketika pesananmu sudah di meja. Kami sampai engga sempet foto, saking lekoh-nya dan speechless-nya. Saranku, kalian coba pesan tengkleng rica-rica dan sate buntel. Ter-dabest!
sempet foto tengkleng rica-rica sebelum kalap |
Setelah kenyang, waktunya untuk santai-santai di angkringan cari yang hangat-hangat. Meskipun sebenernya selimut hotel sambil pelukan itu lebih menyenangkan, tapi kami engga mau menyia-nyiakan perjalanan singkat ini. Kalian bisa mampir ke Angkringan Omah Londo yang ada di daerah Laweyan, ini semacam angkringan tapi di dalem rumah loji. Sayangnya, di sini harganya agak pricey dan rasanya B aja. Malah mending main ke Shi Jack, angkringan dan jual susu sapi yang cabangnya sudah banyak di kota Solo. ((Bagaimana kalau aku franchise dan bukan di Surabaya. Hmmm))
Hari selanjutnya, aku sudah pesan ke suami pengen banget ke dua tempat. Satunya tempat makan tentunya, tapi satunya lebih ke tempat edukasi gitu. Namanya Rumah Atsiri, dapat info dari salah satu kawan saya. Kebetulan sekali kan sekarang lagi hype mengenai perminyakan dan diffuser. Sebenarnya, aku dikenalkan diffuser sebgai aromaterapi oleh Papa sudah lama sekali, karena kebetulan aku punya penyakit asma. Eh, di tahun 2019 ini jadi ngehits sekali.
Rumah Atsiri berada di daerah Tawangmangu, dari Kota Solo membutuhkan waktu kurang lebih 45 menitan (kami berangkat naik tol dan lewat jalan biasa ketika kembali menuju Solo). Saat ini pun, Rumah Atsiri Indonesia masih dalam tahap penataan beberapa fasilitas. Menarik sekali, di sana banyak sekali tanbaman penghasil minyak atsiri seperti Marigold, serupa Bungan Kenikir, dan tanaman penghasil minyak Atsiri lainnya yang mengandung senyawa aromatik yang dapat diolah menjadi minyak esensial bahkan parfum
.
Tiket masuknya berupa kartu dengan tarif Rp50 ribu yang saldonya dapat kita gunakan sebagai fee mengikuti tour mengelilingi Rumah Atsiri Indonesia juga dapat digunakan untuk membeli oleh-oleh di Rumah Atsiri, seperti minyak esensial dan cindera mata lainnya. Jadi, engga rugi rugi amatlah bayar segitu (anak akuntansi banget).
Makan siang, kami agak naik sedikit, ke sekitar kebun teh. Namanya, Rumah Ndoro Donker, jadi ini semacam Cafe yang dikelilingi kebun Teh. Karena lokasinya yang dikelilingi kebun teh, maka dari itu menu andalan mereka ya berbagai macam jenis teh. Ada Teh Cammomile, Teh Rosella, Mint Tea, Lemongrass Tea, dan banyak jenis teh lainnya ada di sini. Harganya? Yaaa, masih mahal cafe cafe hits di Surabaya lah. Hahaha.
Lemongrass Tea dan Bitterballen |
Sebelum meninggalkan kota Solo, please, kalian jangan sampai kelupaaan untuk mampir di Soto Seger H. Fatimah. Enak banget ini ya Tuhan. Porsinya sih hanya semangkuk kecil, tapi yang bikin nikmat adalah toppingnya yang beraneka ragam, ada telur puyuh, sate paru, sate usus, sate kikil, sosis solo, sate ati, dan lain-lain. Mau tanduk (read: nambah) boleh kok karena harganya terjangkau sekali. Iya, jauh lebih mahal kafe kafe hits di Surabaya yang sering kalian datangi.
Siapa tadi yang pada nanya emang ada apa aja di Solo. Solo engga kalah menyenangkan dari Jogja, gaes. Apalagi wisata kuliner dan wisata heritage-nya. Ada lagi tempat menarik yang saya datangi di Solo. Awalnya, tempat ini adalah Pabrik Gula milik salah satu PTPN yang bekerja sama dengan beberapa perusahaan yang merevitalisasi pabrik gula menjadi tempat wisata heritage, namanya De Tjolomadoe. Karena aku kerja di pabrik gula, sudah khatam-lah sama mesin-mesin di pabrik gula. Tapi buat kalian yang ingin tahu, bisa tuh coba datang ke sana. Hal menarik lainnya yang di Solo adalah tingkah laku pengemudi yang jauh berbeda dengan Surabaya. Di Solo, orang jarang sekali menggunakan klaksonnya.
Jadi, kalian yang ingin ssekali liburan tapi Low Budget. Yes, Solo tempatnya.
Salam,
Putri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar