Hari itu hari kamis, tak terlalu manis lebih pada panas. Matahari di atas Surabaya yang terkenal panas itu masih saja suka menggigit kulit, dengan diantar sahabat saya Anita saya menuju Bungurasih atau Terminal Purabaya. Terminal yang berada di kawasan Waru, Sidoarjo. Hari ini rencananya saya mau jalan-jalan ke Blitar, oke, jalan-jalan? Well, entahlah, artikan saja sendiri apa namanya perjalanan saya kali ini. Syaratnya gampang, baca tulisan ini sampai selesai. Heuheuhue.
Di terminal, saya sudah dinanti oleh Sultan, salah satu kawan saya. Finalis Cak dan Ning Surabaya, sama-sama pecinta the blues dan suka nongton serial tv how i met your mother sampe lupa waktu. heuheuheu (oke, Lu udah aku promosiin, Taaaan! *mintak bayaran*). Bocah berkulit terang itu menunggu saya di depan bus ekonomi tujuan Malang-Blitar. Oke, sedikit bocorin rahasia, dia salah satu manusia yang bisa dikatakan naik bus adalah hal langka buatnya.
Perjalanan Surabaya-Malang kami habiskan dengan membicarakan banyak hal, tentang politik, ekonomi sampai makanan ringan semasa kecil. Oke, ini random, dua jam empat puluh menit kami habiskan dengan ngobrol hingga berbusa. Jalanan pun bersahabat, hanya saja ketika selepas purwodadi ada sedikit hambatan karena bus terbakar. Ngeri, meeeeen. :/
Sebagai dua orang yang sok melancong padahal tak tahu arah, perjalanan Surabaya-Malang yang menyenangkan dirusak seketika ketika kami meluncur menuju Blitar setelah pindah bus. Semua berawal dari bus yang bersesakan dan Sultan yang galau mau berdiri memberi tempat ke ibu-ibu tapi takut mengubah formasi yang sudah ada dan malah mengganggu penumpang lain atau duduk saja pura-pura tak tahu. Lalu ibu-ibu yang ehem maaf, muntah, di sebelah kami. Juga bapak-bapak yang rupanya dengan sengaja membuka anak kancing kemejanya hingga auratnya terlihat kami. Absurd. Belum lagi supir bus yang menyetir sambil menelepon. Padahal, medan yang harus ditemput berkelok-kelok dan sempit. Anggap saja waktu itu kami berdua sedang sport jantung.
Saya turun lebih dulu di daerah Pandean dan Sultan di Herlingga yang kita sama-sama tak tahu di mana itu seperti apa daerahnya. Bondo Nekat. Tapi syukurlah, Tuhan maha bercanda pun maha baik dan penyayang kepada kami. Kami bisa sampai di tempat tujuan masing-masing tanpa kekurangan apa pun.
Setelah menunggu beberapa menit untuk dijemput Azul yang merupakan salah satu partner saya di Unair Mengajar, yaitu salah satu social movement di kampus tercinta kami yang sangat peduli terhadap pendidikan, saya pun sampai di rumah Niswah.
*sujud syukur karena ndak nyasar*
to be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar